Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
ISTANA Kepresidenan mengakui Sekretariat Negara telah menghapus satu pasal di dalam Undang-undang Cipta Kerja, yaitu Pasal 46 terkait pengelolaan minyak dan gas bumi.
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono mengungkapkan pasal tersebut memang seharusnya tidak ada di dalam UU Cipta Kerja. "Dalam rapat panja DPR memang sudah diputuskan bahwa pasal tersebut dikembalikan ke aturan dalam undang-undang yang telah ada sebelumnya. Jadi, dalam hal ini, penghapusan tersebut sifatnya administratif atau typo," ujar Dini kepada wartawan, Jumat (23/10).
Menurut Dini, selama belum diteken kepala negara, penghapusan pasal di dalam sebuah peraturan perundangan sah saja dilakukan. Dengan catatan, penghapusan tersebut tidak mengubah substansi dari undang-undang.
"Yang tidak boleh diubah itu substansi. Penghapusan itu justru menjadikan substansi menjadi sejalan dengan apa yg sudah disepakati dalam rapat panja," jelas dia.
Dini mengatakan Sekretariat Negara telah melakukan tugas dengan baik karena betul-betul merapikan naskah sebelum diserahkan kepada Presiden Joko Widodo untuk ditandatangani.
"Setneg menangkap apa yang seharusnya tidak ada di dalam UU Cipta Kerja dan mengkomunikasikan hal tersebut dengan DPR sebelum dihapus," tutur Dini.
Saat ini, lanjut Dini, proses perapian naskah oleh Sekretariat Negara sudah selesai dan sedang dalam proses penandatanganan Presiden.
Baca juga: Jumlah Halaman RUU Ciptaker Berubah, Baleg: Subtansi Tidak Berubah
Pada kesempatan sebelumnya, Muhammadiyah mengonfirmasi telah menerima naskah UU Cipta Kerja dari Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) setebal 1.187 halaman, lebih banyak dari naskah yang dikabarkan diserahkan DPR ke Presiden. Selain itu terungkap Pasal 46 tentang pengelolaan migas tidak ada lagi dalam naskah, sedangkan dalam naskah sebelumnya tercantum.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan naskah yang diterima tersebut belum ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. "Naskah dalam bentuk soft copy, tidak ada tanda tangan," kata Mu'ti.
Perwakilan PP Muhammadiyah menemui Presiden Joko Widodo, Rabu (21/10) di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat. Mereka mengapresiasi sikap Presiden Jokowi dan keterbukaan berdialog dengan berbagai elemen masyarakat. Meski begitu, perlu waktu untuk menghimpun perbaikan sehingga Muhammadiyah menyarankan menunda pelaksanaan UU Cipta Kerja. (P-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved