Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
DPR Provinsi Papua menyayangkan langkah revisi UU Otsus yang digulirkan Kemeneterian Dalam Negeri ke Komisi II DPR RI tidak melalui konsultasi dengan masyarakat asli Papua, DPRP, Pemda Papua dan Majelis Rakyat Papua.
Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPRP Boy Markus Dawir menyoroti revisi UU Otsus yang disodorkan Kemendagri ke Komisi II DPR RI merupakan langkah sepihak. Pasalnya tidak melalui rekomendasi rakyat Provinsi Papua melalui MRP dan DPRP atau Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Artinya rakyat papua belum mengajukan revisi dan belum juga bicara namun rakyat di Tanah Papua heran karena revisi sudah didorong oleh kemendagri. Rakyat Papua bertanya hari ini, revisi yang dilakukan sepihak oleh kemendagri itu untuk kepentingan siapa, apakah untuk kepentingan penyelamatan rakyat papua atau sebaliknya?" ungkap Boy dalam keterangan yang diterima Media Indonesia di Jakarta, Kamis (19/12).
Boy meminta Kemendagri lebih cermat dalam proses revisi tersebut agar tidak menyakiti hati rakyat Papua.
"Dengan segera harus kumpulkan rakyat Papua dan bicara keinginan rakyat papua seperti apa dengan tetap bicara dalam kepentingan Orang Asli Papua selama tidak bertentangan dengan 6 kewenangan Pemerintah Pusat dan bicara dalam semangat bersama sebagai sesama anak bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Rep Indonesia. Jangan lagi kita membuat luka bagi rakyat papua masih banyak pekerjaan rumah yang belum kita selesaikan sehingga tidak perlu membuat luka baru," ungkapnya.
Baca juga : DPR Desak Pemerintah Tumpas KKB Papua
Langkah sepihak Kemendagri juga kata dia tampak pada pelantikan pimpinan DPRP yang dilakukan pada Selasa (17/12) karena dianggap menabrak aturan. Pasalnya SK yang dikeluarkan Kementerian Dalam Negeri mengabaikan tata tertib yang disusun oleh DPR Provinsi Papua.
"Apa yang terjadi dengan pelantikan pimpinan ini adalah sesuatu yang dipaksakan dan jelas-jelas menabrak aturan. Kami sudah menyusun Tata Tertib tapi itu diabaikan oleh Kemendagri dengan alasan pakai Tata Tertib yang lama." kata Boy.
Dijelaskan Boy sejak awal DPRP sudah menyusun Peraturan Tata Tertib dan juga sudah diserahkan ke Kemendagri untuk disahkan.
"Kalau sejak awal Kemendagri memakai acuan Tatib lama Lalu untuk apa Tatib Baru yang sudah diserahkan ke Kemendagri? Ini kami anggap juga sebagai pelecehan terhadap lembaga DPR Papua," lanjut Boy.
Boy menegaskan jika merujuk pada Tatib 2018, jelas bahwa sesuai bunyi Pasal 59 ayat 4 bahwa pimpinan DPRP berasal dari Orang Asli Papua.
Baca juga : Pembangunan Holistik di Papua
"Dan ini sudah disetujui Kemendagri. Kemudian siapa atau lembaga mana yang berwenang menjustifikasi atau memastikan keaslian seseorang sebagai orang Asli Papua ? jawabannya adalah lembaga Majelis Rakyat Papua atau MRP. Nah, apakah Pimpinan definitif yang sudah di SK-kan oleh mendagri dan dilantik benar dan memenuhi persyaratan keaslian Orang Asli Papuanya atau belum ? Ini jadi pertanyaan besar kami," tegas Boy.
Ia berharap agar SK Pelantikan Mendagri ditarik kembali dan dievaluasi. "Jangan sampai ada kesan Mendagri menabrak aturan dan ini preseden tidak baik untuk rakyat bahwa aturan di negeri ini bisa ditabrak sesuka hati. Kami ingin menempatkan Mendagri sebagai contoh tegaknya aturan tata kelola pemerintahan di negeri ini," pungkas Boy.
Terpisah, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik menegaskan, pihaknya hanya menjalankan undang-undang saja dalam pelantikan pimpinan DPRP.
"Soal Tatib kan ada tata tertib lama yang bisa jadi acuan. Jadi tidak perlu menunggu Tatib yang baru. Itu semua ada ketentuannya," ujarnya. (RO?OL-7)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved