Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

KPK: Hukuman Mati Koruptor Dinilai Menambah Masalah

M. Sholahadhin Azhar
19/12/2019 23:01
KPK: Hukuman Mati Koruptor Dinilai Menambah Masalah
Laode M Syarif(Antara)

 PENERAPAN hukuman mati kepada koruptor dinilai akan menambah masalah. Aparat hukum akan dilema untuk menegakkan hukuman itu saat menangani kasus korupsi lintas negara.
 
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mencontohkan kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Pasalnya, kasus ini juga menyeret Rolls-Royce, perusahaan asal Inggris.
 
Pihak dari perusahaan itu juga harus menerima hukuman bila itu benar-benar diterapkan di Indonesia. Sedangkan, Inggris sudah meninggalkan hukuman mati.

"Kalau mantan Dirut Garuda bisa dipidana mati, kemungkinan banyak yang enggak memberikan bantuan data," kata Laode dalam diskusi 'Menggagas Perubahan UU Tipikor: Hasil Kajian dan Draf Usulan' di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, (19/12).
 
Ujungnya, aparat hukum kesulitan bekerja sama dengan negara lain dalam mengungkap kasus korupsi. Selain itu, Laode menilai hukuman mati tak ada relevansi terhadap Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia.
 
Hukuman mati hanya diterapkan negara-negara dengan IPK rendah. Sedangkan, negara dengan IPK tinggi sudah meninggalkan pidana tersebut.
 
Dia mencontohkan Denmark, Norwegia, Finlandia, Selandia Baru, hingga Singapura. Negara-negara itu tak menerapkan hukuman mati bagi koruptor. Sebaliknya, Tiongkok dan Indonesia masih menerapkannya.
 
"Siapa-siapa yang masih ada pidana mati untuk koruptor, Tiongkok (skor) IPK 40, kita 38," ujar dia.
 
Menurut dia, hukuman mati tak memberikan efek jera seperti kasus narkoba. "Itu bagian dari studi HAM. Yang paling banyak tingkat kejahatannya di negara yang menerapkan hukuman mati," kata Syarif.
 
Pernyataan Syarif diamini pakar hukum pidana dari Universitas Parahyangan Agustinus Pohan. Agustinus mengatakan Amerika Serikat dibebani masalah karena hukuman mati. Pasalnya, pidana mati tidak dapat diubah jika terjadi kekeliruan saat vonis.
 
"Amerika Serikat pernah menghukum mati 23 orang. Belakangan terbukti itu bermasalah," kata dia.
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya