Headline
PPATK sebut pemblokiran rekening dormant untuk lindungi nasabah.
PPATK sebut pemblokiran rekening dormant untuk lindungi nasabah.
Pendidikan kedokteran Indonesia harus beradaptasi dengan dinamika zaman.
PUBLIK disarankan untuk tidak perlu mencari kambing hitam dalam putusan bebas Mahkamah Agung (MA) terhadap Syafruddin Asryad Temenggung (SAT) dalam kasus penerbitan surat keterangan lunas bantuan likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) terhadap BDNI.
Menurut ahli hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Edward Omar Sharif Hiariej, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih bisa melanjutkan proses penyidikan terhadap pihak lainnya, yakni Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim.
"Tidak bisa dikatakan bahwa begitu SAT lepas lalu semua peserta pelaku lepas. Jadi, kita harus melihat putusan MA. Kalaupun faktanya sama, terjadi penyertaan karena alasan pembenar, secara teoretis tidak bisa dilanjutkan, tapi KPK bisa saja berupaya untuk menyampaikan ada kesesatan fakta dalam putusan MA untuk SAT," jelasnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, kemarin.
Bagi ahli hukum yang akrab dipanggil Edi itu, persoalan Syafruddin yang telah diputus lepas tuntutan hukumnya oleh MA merupakan ujung dari upaya pemidanaan KPK kepada mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) itu. Namun, bukan berarti jalan hukum bagi lembaga antirasuah untuk mengejar kerugian negara sebesar Rp4,58 triliun itu sirna.
"Bagi saya, kasus SAT secara pidana sudah selesai karena sudah putusan lepas. Namun, bisa diupayakan gugatan perdata," jelasnya.
Edi mengatakan, untuk mengurus perkara Sjamsul dan Itjih, KPK harus terlebih dulu menerima salinan putus-an MA yang melepas tuntutan hukum Syafruddin pada 9 Juli lalu.
Tunggu salinan putusan
Juru bicara KPK Febri Diansyah menambahkan, hingga saat ini pihaknya belum menerima salinan putusan MA terkait dengan vonis lepas Syafruddin.
"Penyidikan SJN dan ITN tetap dilanjutkan KPK karena terbukti ada kerugian negara. Kalau logika sejalan, mestinya hal ini diadopsi MA," tutur Febri.
KPK, imbuhnya, mematuhi putusan MA yang memvonis lepas Syafruddin. Namun, menurut Febri, KPK menegaskan kasus itu seharusnya masuk ranah pidana. "KPK berbeda pendapat tentang apakah ini berada pada ranah pidana, perdata, atau administrasi negara," tegasnya,
Sementara itu, kuasa hukum Syafruddin, Hasbullah, menyatakan penerbitan SKL yang dilakukan kliennya didasari peraturan perundangan dan kebijakan pemerintah saat itu. Karena itu, ia meminta semua pihak menghormati putusan MA untuk kliennya serta melihat Syafruddin sebagai orang yang tidak pernah terlibat korupsi. Itu disebabkan dalam amar putusan MA, ada satu poin yang meminta untuk memulihkan martabat Syafruddin.
"Memulihkan hak terdakwa sehingga setelah amar dibacakan maka Syafruddin adalah manusia bebas. Putusannya ialah perbuatannya lepas dari segala tuntutan sehingga perkara Syafruddin yang sudah dilakukan lama oleh KPK diakhiri dengan Syafruddin tidak pernah melakukan sebuah tindak pidana," kata Hasbullah.
Seperti diketahui, MA memutuskan Syafruddin Asryad Temenggung lepas dari jerat hukum pidana atas kasus penerbitan SKL BLBI terhadap BDNI. Dalam amar putusan terjadi dissenting opinion (pendapat berbeda). Dari tiga hakim yang menangani kasasi tersebut, ketua majelis hakim Salman Luthan memberikan pendapat berbeda. Ia sependapat dengan keputusan tingkat banding yang menilai tindakan Syafruddin masuk ranah pidana.
Adapun hakim anggota Syamsul Rakan Chaniago menilai kasus tersebut masuk ranah perdata dan hakim Mohammad Askin menilai kasus SAT masuk wilayah hukum administrasi. (P-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved