Merajut Keberagaman Menjadi Kekuatan

P-3
28/6/2019 09:20
Merajut Keberagaman Menjadi Kekuatan
Para pembicara (dari kiri) Peneliti Senior Maarif Institute David Krisna Alka, Kornas Jaringan Intelektual Berkemajuan Abdullah Sumrahadi, K(MI/ROMMY PUJIANTO)

SUKU bangsa dan agama yang beraneka ragam merupakan kekayaan bagi Indonesia. Perbedaan suku dan agama perlu dikelola dengan baik agar mampu memajukan peradaban dunia. Salah satunya dengan dialog dan musyawarah antarsuku dan agama.

Hal tersebut diutarakan utusan khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban (UKP-DKAAP) Syafiq A Mughni dalam Dialog antar-Iman untuk Peradaban Berkemajuan, di Gado-Gado Boplo, Cikini, Jakarta, kemarin.

Syafiq mengatakan, untuk menjadikan perbedaan sebagai kekuatan, perlu dilakukan dialog yang sebaiknya dimulai dari generasi muda. "Hidup di Indonesia yang plural menjadi kekuatan. Kita perlu merajut keberagaman untuk kemajuan. Kalau tidak, kelak akan menjadi masalah. Karena itu, perlu dikelola dengan baik," katanya.

Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Sunanto mengatakan, pemuda seharusnya menjadi pionir dalam memperkuat kebersamaan di tengah perbedaan. Ia mengatakan, sekat-sekat kesukuan dan keagamaan harus dipinggirkan sejenak untuk memajukan Indonesia.

Dia meminta semua pihak untuk membuka hati dan pikiran kaum muda guna menguatkan kebersamaan sebagai pemuda Indonesia. "Keberagamaan Indonesia yang menyatukan harus dikampanyekan di seluruh dunia," tegasnya.

Selanjutnya, Ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Najih Prasetyo menambahkan, untuk membangun peradaban dimulai dari implementasi nilai spiritualitas keagamaan dan meningkatkan literasi. Dengan begitu, kata dia, mahasiswa tidak mudah terpapar paham yang bisa memecah belah.

"Dalam konteks kemahasiwaan, mahasiswa perlu menguatkan literasi agar tak terpapar hoaks dan teologi kebencian. Apalagi, di tengah polarisasi akibat politik yang membenturkan dan memecahkan. Substansi konflik itu dari politik. Konflik bermula bukan dari cara pandang keagamaan, tapi kekuasaan," sebut Najih.

Peneliti Maarif Institute, David Krisna Alka, mengatakan dialog antaragama bukanlah ide baru. Generasi terdahulu, katanya, telah memprakarsai dialog dan memiliki kesamaan visi untuk memajukan peradaban di tengah perbedaan. Untuk itu, generasi saat ini perlu lebih aktif menjalin dialog antaragama.

David menambahkan, dialog antariman dan kerja sama kemanusiaan harus terus digalakkan agar tercipta peradaban yang berkemajuan. "Generasi kini, yakni pemuda, perempuan, mahasiswa, dan pelajar perlu menelaah ulang gagasan tersebut." (P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya