Headline

Konsistensi penegakan hukum perlindungan anak masih jadi tantangan

Fokus

Di Indonesia, cukai rokok sulit sekali naik, apalagi pada tahun politik.

Abaikan Putusan PTUN, KPU Hanya Berpotensi Kena Sanksi Administratif

Golda Eksa
24/1/2019 16:57
Abaikan Putusan PTUN, KPU Hanya Berpotensi Kena Sanksi Administratif
(M Taufan SP Bustan /MI)

KETUA Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Ujang Abdullah menegaskan siapapun pejabat yang terbukti tidak mengindahkan putusan PTUN terkait sengketa perkara tata usaha negara maka terancam sanksi administratif.

Pernyataan Ujang merujuk urungnya Komisi Pemilihan Umum melaksanakan putusan sengketa proses pemilu yang dimenangkan Ketua Dewan Perwakilan Daerah Oesman Sapta Odang (OSO). Perkara yang teregister dengan Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN.JKT, itu diajukan oleh OSO.

"Untuk putusan PTUN yang tidak dilaksanakan oleh pejabat pemerintahan, maka sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 48/2016 (Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif kepada Pejabat Pemerintahan) pejabat tersebut dapat dikenakan sanksi administratif sedang," ujarnya kepada Media Indonesia, Kamis (24/1).

Pada Rabu (14/11) 2018, majelis hakim PTUN Jakarta yang menangani perkara, yaitu Edi Septa Surhaza, serta hakim anggota Susilowati Siahaan dan Andi Muhammad Ali Rahman, menyatakan keputusan KPU RI tentang penetapan DCT seorang peserta pemilu DPD 2019 batal demi hukum. Hakim juga memerintahkan pihak tergugat untuk mencabut keputusan KPU tentang penetapan DCT seorang peserta pemilu DPD 2019.

"Memerintahkan tergugat untuk menerbitkan keputusan tentang penetapan daftar calon tetap perseorangan peserta pemilu anggota DPD 2019 yang mencantumkan nama Oesman Sapta Odang sebagai calon tetap perseorangan peserta pemilu DPD 2019. Kemudian, menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp336 ribu rupiah," kata Edi saat membacakan putusan tersebut.

Ironisnya, meski sudah ada putusan PTUN, KPU justru enggan memasukan nama OSO dalam DCT anggota DPD Pemilu 2019. KPU bersedia menyertakannya dalam DCT apabila OSO berani mundur sebagai Ketua Umum Partai Hanura.

Sikap KPU didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang intinya melarang ketua umum parpol rangkap jabatan sebagai anggota DPD.

Menurut Ujang, putusan pengadilan tidak boleh dibedakan dan harus dilaksanakan dalam tempo 3 hari setelah putusan dibacakan. "Semua putusan pengadilan wajib dilaksanakan. Kenapa? Karena itu perintah undang-undang," pungkasnya. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya