Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
DIREKTUR Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Anggara, mempertanyakan pembebasan mantan pemimpin organisasi Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang menjadi terpidana 15 tahun penjara atas kasus terorisme, Abu Bakar Baasyir (ABB). Diberitakan, Presiden Joko Widodo akan memberikan pembebasan kepada ABB pada Kamis (24/1) dengan alasan kemanusiaan.
"Skema pembebasan yang diberikan Presiden tersebut dipertanyakan, karena menurut keterangan dari Kuasa Hukum ABB, pembebasan tersebut bukanlah pembebasan bersyarat dan narapidana ABB tidak pernah mengajukan grasi ke Presiden," ungkap Anggara dalam keterangan resminya, Jakarta, Minggu (20/1).
Menurut Anggara, dengan skema pemasyarakatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 jo Peraturan Menteri Hukum dan HAM No 3 Tahun 2018 dijelaskan untuk mengeluarkan warga binaan pemasyarakatan dapat keluar dari Lembaga Pemasyarakatan sebelum menjalani semua masa pidana adalah dengan pembebasan bersyarat, yang diketahui menyertakan syarat-syarat khusus untuk narapidana terorisme.
Namun, berdasarkan keterangan kuasa hukum ABB, pembebasan ini bukan merupakan pembebasan bersyarat. Kuasa Hukum juga menjelaskan bahwa pembebasan ini juga bukan grasi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi, karena narapidana ABB tidak pernah mengajukan grasi ke Presiden.
Kemudian Anggara menambahkan, pembebasan dengan skema lainnya pun dipertanyakan, jika dengan mekanisme amnesti sesuai dengan UU 1945 jo UU No 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi, maka hal tersebut pun tidak dapat dilakukan.
"Karena amnesti menghilangkan semua akibat hukum dari tindak pidana yang dilakukan dan harus ada nasihat tertulis dari Mahkamah Agung atas permintaan Menteri Hukum dan HAM dan kemudian juga harus dengan pertimbangan DPR," tandasnya.
Sebelumnya pada 16 Juni 2011 di PN Jakarta Selatan, ABB diputus 15 tahun penjara karena terbukti menggerakkan orang lain dalam penggunaan dana untuk melakukan tindak pidana terorisme. (OL-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved