Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
Indonesian Corrupption Watch (ICW) menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat diketuai Taufiequrachman Ruki menjadi rasa kepolisian. Kehadiran purnawirawan polisi dengan pangkat terakhir Inspektur Jenderal ini mendorong KPK untuk dilemahkan melalui perubahan Undang-undang KPK.
"Ada lima poin yang kami (ICW) catat dari kegagalan KPK semenjak dipimpin oleh Ruki. Pertama tidak penuhi janji melindungi KPK malah sebaliknya mendukung revisi UU KPK yang kita semua yakin akan melemahkan KPK," terang Anggkota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Aradila Caesar, pada diskusi bertajuk Gagalnya Ketua Sementara Selamatkan KPK, di Kantor ICW, Jakarta, kemarin.
Hadir pada kesempatan ini Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti dan Kuasa Hukum Novel Baswedan, Muji Kartika Rahayu.
Menurut Aradila, Ruki sejak 18 Februari pimpin kembali KPK sebaagai Pelaksana Tugas dari Abraham Samad sebagai Ketua KPK tidak membawa dampak baik bagi peningkatan pemberantasan korupsi. Jelas sikap ini merupakan bentuk inkonsistensi dari seorang Ketua lembaga anti-korupsi.
"Di penghujung 2015, seiring dengan pemilihan Komisoner KPK Jilid IV Ketua KPK Taufiequrachman Ruki malah mendukung upaya revisi UU KPK. Sikap ini jelas jauh dari sikap pimpinan KPK sebelumnya, Ruki malah mendukung upaya pelemaan melalui perubahan kewenangan KPK yang itu merupakan strategi koruptor melanggengkan korupsi," jelasnya.
Selain mendukung perubahan UU KPK, sambun Aradila, Ruki pun tercatat 4 kesalahan lain dalam upaya memberantas korupsi. Pertama membiarkan kasus Penyidik KPK Novel Baswedan terus diusut. "Padahal janji awal, Ruki bilang akan melindungi Novel. Nyatanya Novel terus diusut dan terakhir masuk penuntutan dan sempat dibawa ke Bengkulu tanpa ada bukti Ruki melindungi Novel," terangnya.
Aradila menambahkan, poin ketiga dari kegagalan Ruki adalah Ruki mengubur kasus rekening gendut Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Padahal Ruki berjanji untuk tindaklanjuti kasus Budi Gunawan ini.
"Kenyataannya dia menyerah kalah dan melemparnya ke Kejaksaan. Kejaksaan dilimpahkan ke Polri. Pada akhirnya hangus ditelan bumi,?" ungkapnya.
Selain itu, ICW menatat mantan Ketua KPK Jilid I ini juga menjadikan KPK seperti Kepolisian, KPK rasa polisi. Sebab posisi jabatan struktural KPK diisi oleh angota kepolisian seperti Deputi Bidang Penindakan, Irjen Pol Heru Winarko, Direktur Penyidikan Kombes Pol Aris Budiman dan Kepala Biro Hukum KPK AKBP Setiadi.
"KPK sekarang jadi perwakilan kepolisian ketiga posisi diatas yang strategis di KPK ditempati polisi. KPK era Ruki rasa polisi.? Ini jelas menimbulkan keurigaan KPK akan melindungi kepolisian apabila ada okumnya yang bermasalah korupsi," terangnya.
Aradila menambahkan, kehadiran 3 perwira menengah menjabat jabatan strategis jelas akan menghambat pemberantasan korupsi. Sebab itu bisa melahirkan fraksi selain segan menindak oknum polisi yang terlibat korusi.
"Imbasnya, era Ruki yang berasal dari kepolisian ini menimbulkan kesan pnindakan korupsi dilakukan asalahkan bukan pada anggota kepolisian. Kasus KPK sejak Ruki gak ada lagi yang menyangkut anggota kepolisian. Bahkan KPK melepaskan Briptu Agus, kurir kasus suap Anggota DPR dari PDIP Ardiansyah," terangnya.
Saat Ruki juga membiarkan kriminalisasi terus berlanjut. Aradila mengatakan, saat KPK dipimpin Ruki saat ini membiarkan kriminalisasi terus terjadi dan dia enggan membeberkan itu ke publik. "Berbeda saat KPK dipimpin oleh Pelaksana Tugas yang saat itu Pak Tumpak H Panggaeban. Pak Tumpak saat ada kriminalisaai Bibit dan Chandra bisa diselesaikan dan rekaman upaya kriminalisasi itu dibeberkan ke publik. Berbedaa saat Ruki selain enggan membeberkan upaya kriminalisasi juga membiarkan penyidik dan pimpinan KPK perkaranya dimasukan ke ranah pidana," jelasnya.
Pada kesempatan sama, Ray Rangkuti mengatakan, KPK saat Ruki mengabaikan harapan publik yang mendukung pemberantasan korupsi. Pasalnya era Ruki menimbulkan ketidakpastian pemberantasan korupsi.
"KPK itu harapan masyarakat dan benteng terakhir pmberantasan korupsi. Namun era Pak Ruki, KPK seakan dibuat tidak berdaya dan seolah inin disamakan dengan lembaga penegakan hukum lain," katanya.
Ia mengatakan, KPK di bawah kepemimpnan Ruki, menjadikan KPK secara lembaga sub kepolisian dan membiarkan pemberantasan korupsi dilakukan kepolisian. "Indikasinya, KPK menarik diri dan membiarkan kepolisian mengambil alih tugas KPK. Selain itu KPK dijadikan wadah baru bagi perwira kepolisian. Cukup, dan kedepan KPK harus sadar segala upaya dan kodnsisi yang saat ini terjadi melalui fokus terdepan memberantas korupsi dan jauhi dari fraksi-fraksi," tukasnya.
Ruki: Saya tidak Ingin Membela Diri
Pelaksana Tugas Ketua KPK Taufiequrachman Ruki membantah ada upaya pelemahan KPK di eranya. Namun ia enggan lebih lanjut membela diri dari tudingan Indonesian Corruption Watch itu.
"Tanyakan saja ke Pak Johan Budi atau Pelaksana Harian Biro Humas KPK Yuyuk Andriati supaya saya tidak dianggap bela diri," ungkap Ruki saat ditanya pelemahan KPK terjadi selama ia menjabat Pelaksana Tugas, saat dihubungi, kemarin.
Johan Budi juga membantah pelemahan banyak terjadi di masa Ruki. Menurutnya, KPK masih berjalan sesuai ketentuan yang berlaku.
"Tidak benar sejak pengangkatan 3 Pelaksana Tugas Pimpinan KPK, KPK jalan mundur, KPK dukung pelemahan melalui revisi UU KPK, KPK tidak tindak korupsi di kepolisian," sanggah Johan.
Ia mengatakan, KPK tidak berjalan mundur dalam pemberantasan korupsi seperti pandangan ICW. "Yang benar KPK tidak jalan mundur (dalam pemerantasan korupsi)," tukasnya. (Q-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved