Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
KETUA Komisi Yudisial (KY) Jaja Ahmad Jayus mendorong RUU Jabatan Hakim segera disahkan agar proses rekrutmen, rotasi, dan mutasi hakim menjadi jelas. Saat ini, kata Jaja, KY hanya menjadi pengawas dan Mahkamah Agung tetap memegang peran dalam memutuskan keputusannya sendiri.
"Tentunya KY sangat mendorong RUU jabatan hakim supaya menjadi jelas bagaimana manajemen hakim," kata Jaja di Kantor KY, Jakarta Pusat, Senin (31/12).
Wakil Ketua KY Maradaman Harahap menambahkan, RUU Jabatan Hakim yang tertunda selama dua tahun bisa segera disahkan. Ia menilai RUU Jabatan Hakim bisa memperkuat KY secara kelembagaan. Saat ini, Jaja menilai antara KY dan MA kerap kali terjadi silang putusan.
"Kita mendorong RUU Jabatan Hakim disetujui pemerintah dan DPR. Dengan begitu, cukup KY melaksanakan putusannya sendiri. Kalau sekarang, kan tergantung Mahkamah Agung mau setuju atau tidak," kata Mardaman.
Dengan RUU Jabatan Hakim pula, kata Mardaman, KY dapat langsung menjatuhkan sanksi kepada hakim yang melakukan pelanggaran dan terbukti menyalahi kode etik, tanpa perlu menyurati MA.
"KY tak perlu mengirimkan surat ke MA seperti sebelumnya. RUU Jabatan Hakim ini mengatur, kalo hakim bersalah disanksi oleh KY," kata Mardaman.
Untuk itu, ia meminta DPR segera menindaklanjuti RUU tersebut dan mengesahkannya. Mardaman menilai sudah cukup waktu tang tersita dalam membahas RUU itu. Sekarang, menurut Mardaman tinggal menunggu langkah konkret dari DPR.
"Harusnya tahun ini selesai di DPR. Tergantung DPR berani memutuskan," kata Mardaman.
Dalam laporan akhir tahunnya, KY mencatat beberapa kualifikasi perbuatan hakim yang dinyatakan terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Di antaranya, yakni bersikap tidak profesional sebanyak 42 kasus, tidak menjaga martabat hakim 8 kasus, berselingkuh 6 kasus, kesalahan pengetikan 5 kasus dan tidak berperilaku adil sebanyak 2 kasus.
Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Sukma Violetta mengatakan MA kadang tidak menindaklanjuti laporan yang diterima oleh KY.
"MA tidak melaksanakan sebagian usul sanksi yang disampaikan oleh KY," tandas Sukma.
Sukma juga mengatakan hal tersebut menjadi problem antara KY dan MA karena adanya tumpang tindih pengawasan.
Selain itu, Sukma juga menilai KY juga tidak luwes memperoleh akses informasi yang dibutuhkan saat menangani laporan masyarakat terkait dengan pelanggaran hakim.
"MA atau badan peradilan di bawahnya tidak bersedia memberikan hal itu. Hakim terlapor maupun saksi dari pihak pengadilan juga tidak memenuhi panggilan KY. Kami harap ke depan ada kejelasan informasi, sehingga tidak perlu adanya perdebatan," kata Sukma. (OL-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved