Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

PTUN Jakarta Siap Menangani Perkara Jenis Baru

Golda Eksa
18/12/2018 20:01
PTUN Jakarta Siap Menangani Perkara Jenis Baru
(MI/M Taufan SP Bustan)

PERKARA jenis baru yang didaftarkan para pencari keadilan ke Pengadilan Tata Usaha Negara akan selalu muncul dalam setiap perkembangan kebutuhan masyarakat. Walaupun tidak masuk dalam daftar 20 jenis perkara yang ditetapkan Mahkamah Agung, namun gugatan tersebut dipastikan tetap diproses.

Sejauh ini sengketa terkait pertanahan, kepegawaian, dan badan hukum, masih mendominasi. Jumlahnya pun jauh di atas perkara lain, seperti pajak, perizinan, lelang, tender, kehutanan, perumahan, pemilukada, partai politik, lingkungan hidup, pengadaan tanah untuk kepentingan umum, dan lain sebagainya.

Ketua PTUN Jakarta Ujang Abdullah kepada Media Indonesia, Selasa (18/12), mengatakan pihaknya akan mengklasifikasikan perkara jenis baru dalam daftar lain-lain. Namun, apabila perkara itu dalam realitasnya sering muncul, maka jenisnya akan dibuat khusus dan tidak lagi masuk kategori lain-lain.

"Misalnya, sengketa soal akta lahir. Nah, jenis perkara seperti itu belum kita permanenkan dalam daftar gugatan. Munculnya perkara baru itu sangat wajar karena keputusan-keputusan terkait tata usaha negara, kan memang banyak," ujarnya.

Meski ada beberapa perkara jenis baru yang didaftarkan masyarakat, sambung dia, namun jajarannya tidak merasa terbeban. Prinsipnya, semua perkara yang masuk bisa diproses asalkan memenuhi unsur terkait tindakan tata usaha negara (TUN).

PTUN merupakan lembaga yuridis yang diberi mandat untuk menyelesaikan pelbagai sengketa TUN, khususnya sengketa yang lahir antara orang atau badan hukum perdata dengan badan maupun pejabat di lingkungan pemerintah pusat dan daerah yang merupakan imbas dari keputusan TUN itu sendiri.

Contoh kasus yang bisa diproses di PTUN, seperti penerbitan surat keputusan (SK) pemberhentian seorang pegawai oleh presiden, menteri, gubernur, bupati/wali kota, dan pejabat di instansi pemerintah lainnya. Apabila ada masyarakat yang notabene menjadi pegawai di lingkup tersebut dan merasa dirugikan, maka dia boleh mendaftarkan gugatan ke PTUN.

Masyarakat juga boleh mengajukan gugatan terkait sertifikat yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Misalnya, seseorang menerima sertifikat tanah dari BPN dan realitasnya legalitas itu justru milik orang lain. Pengajuan gugatan ke PTUN bisa pula menyangkut pencabutan badan hukum milik organisasi kemasyarakatan, partai politik, perusahaan, dan lainnya.

Namun, imbuhnya, tidak semua perkara yang diajukan masyarakat dapat langsung diproses di meja hijau. Hanya berkas yang dinyatakan lolos seleksi saja yang boleh diteruskan ke tahap persidangan. "Jadi, sifatnya jika itu keputusan TUN atau tindakan TUN yang merugikan masyarakat, maka masyarakat bisa menggugat untuk mendapatkan keadilan," pungkasnya. (OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria
Berita Lainnya