Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa pemanggilan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk kepentingan penyidikan dalam hal tindak pidana harus seizin Presiden, bukan melalui persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menuturkan Presiden Joko Widodo menghormati keputusan dari MK.
"Presiden menghormati keputusan MK," ujar Pramono melalui pesan elektronik, Rabu (23/9).
Disinggung mengenai upaya yang akan dilakukan pemerintah untuk menepis kekhawatiran praktik tebang pilih, Pramono menuturkan Presiden menjanjikan jaminan tersebut.
"Presiden menjamin pemberian izin tersebut tidak akan digunakan untuk menghalang-halangi proses penegakan hukum," tuturnya.
Seperti diberitakan, MK memutuskan bahwa pemanggilan anggota DPR untuk kepentingan penyidikan dalam hal tindak pidana harus seizin Presiden, bukan melalui persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Menurut Mahkamah, MKD hanya mengurusi persoalan etik, bukan pidana.
Didasarkan pada alasan tersebut, MK menganulir ketentuan pada Pasal 245 UndangĂ‚ÂUndang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) serta dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Adapun Pasal 245 UU MD3 menyebut
pemanggilan dan permintaan keterangan anggota dewan yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari MKD. Permohonan itu dimohonkan oleh perseorangan warga negara Suproyadi Widodo Eddyono sebagai pemohon I dan Perkumpulan Masyarakat Pembaharuan Pidana selaku pemohon II.
Putusan itu sebenarnya telah dibahas 10 bulan lalu dan baru dibacakan, kemarin. Putusan itu sudah selesai dibahas dalam rapat permusyawaratan hakim pada 20 November 2014, ketika MK masih diketuai Hamdan Zoelva. (Q-1)