Tunjangan DPR Diusulkan Naik, Formappi: Ada Masalah dengan Kesekjenan
Intan Fauzi
15/9/2015 00:00
(ANTARA/Hafidz Mubarak A)
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai permasalahan di parlemen tak hanya disebabkan oleh anggota DPR, tetapi juga bagian kesekjenan. Misalnya, soal usulan kenaikan tunjangan anggota dewan diajukan oleh Sekjen.
"Saya kira iya (ada permasalahan dengan kesekjenan). Sejak lama juga kita mendeteksi masalah utama yang terjadi di DPR tidak selalu disebabkan anggota DPR sendiri. Kesekjenan bagaikan lembaga yang berdiri sejajar dengan DPR dan punya bagian rumah tangga yang tak tersentuh oleh publik," kata Lucius, Selasa (15/9).
Namun, Lucius menjelaskan usulan tersebut tak terlepas dari diskusi antara Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) dengan anggota DPR. Dengan demikian, tetap ada keterlibatan anggota DPR.
"Tentang anggaran ini memang kesekjenan yang mengusulkan tapi tetap ada keterlibatan DPR melalui BURT karena di sana mereka berbicara soal perlengkapan fasilitas apa yang dibutuhkan DPR," jelasnya.
Sayangnya, komunikasi tersebut hanya dilakukan oleh sekelompok kecil anggota DPR, sehingga banyak anggota DPR yang tak terkomunikasikan.
"Anggaran ini menjadi informasi yang tidak terbuka di DPR. Jadi wajar banyak anggota yang tidak paham karena dibicarakan kelompok kecil di DPR bersama dengan kesekjenan," ujarnya.
Sibuk dengan bukan soal tugas utama Lebih lanjut Lucius Karius mengatakan betapa anggota DPR selalu disibukkan dengan hal-hal yang bukan menjadi tugas pokok mereka.
"Itu hal paling unik dari DPR yang sekarang. Justru di DPR sekarang sangat menonjol bagaimana DPR disibukkan bukan oleh tugas utama mereka," kata Lucius.
Pada akhirnya tenaga anggota dewan habis untuk mendebatkan soal usulan-usulan tersebut. Kemudian mereka menjadi lupa apa yang seharusnya mereka pertanggungjawabkan kepada rakyat.
"Selain konflik, rencana megaproyek gedung DPR membuat energi tersedot untuk berdebat, diskusi soal pentingnya proyek-proyek itu, dan sekarang ada rencana kenaikan tunjangan," jelasnya.
"Jadi hampir semua yang menjadi isu utama parlemen bukan tentang fungsi-fungsi pokok DPR berdasarkan undang-undang, tapi banyak berbicara berbau pencitraan, hiasan fasilitas," sambungnya.
Kemudian hal tersebut membuat rakyat kecewa. Sebab belum ada satu pun yang mampu dihasilkan DPR semenjak dilantik.
"Ini justru membingungkan rakyat, di satu sisi rakyat menunggu apa yang pantas dipersembahkan oleh DPR setelah dilantik sebagaimana mereka memberikan tanggung jawab, tapi sebaliknya DPR menunjukkan, menganggungkan dirinya dengan berbagai fasilitas-fasilitas," ujar Lucius.
Jangan paksakan Sementara itu anggota DPR dari Fraksi Gerindra Martin Hutabarat menyatakan kenaikan tunjangan DPR belum waktunya jika kinerja DPR masih rendah. Sebab hal tersebut hanya akan membuat gaduh di masyarakat.
"Kalau kinerja kita masih sangat rendah buat apa dipaksakan pembangunan gedung, kemudian meningkatkan tunjangan jabatan," kata Martin, Selasa (15/9).
Martin mengamati usulan kenaikan tunjangan sebesar 10 persen itu diajukan oleh bagian Sekretariat Jenderal (Sekjen) sehingga anggota DPR sendiri banyak yang tidak tahu.
"Ini adalah inisiatif kesekjenan, tidak banyak anggota DPR yang tahu," imbuhnya.
Meski demikian, Martin menilai kenaikan tunjangan tersebut wajar-wajar saja. Asal, kinerja DPR sejalan dengan keinginan rakyat. Namun faktanya sekarang masih nihil.
"Tapi jika kinerja kita sejalan dengan apa yang diharapkan masyarakat, kita naikkan tunjangan pun tidak ada yang permasalahkan," ujarnya.
Martin pun menilai pendapatan DPR saat ini yakni sebesar Rp60juta per bulan masih sangat mencukupi.
"Masih memadai tunjangan yang sekarang," sebutnya. (Q-1)