PEMILIH dari generasi milenial diperkirakan mencapai 40% sampai 45% pada Pemilu 2019. Pun demikian, dari jumlah itu, sebagian besar pemilih milenial apatis terhadap politik.
Hal itu disampaikan Founder and CEO Alvara Research Center, Hasanuddin Ali di acara diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (20/10). Ia mengatakan, berdasarkan kajian pihaknya justru melihat generasi milenial cuek dengan politik.
Padahal, pemilih dari generasi milenial akan menjadi penentu di Pilpres nanti. “Kalau bicara tren ke depan, itu sangat ditentukan oleh mereka. Celakanya dalam konteks politik, generasi ini rada cuek dengan politik,” kata Ali.
Dalam survei terbarunya, 22% generasi millenial yang menyukai pemberitaan politik. Sementara sisanya, mereka yang berusia 21-35 tahun tersebut lebih menyukai pemberitaan lifestyle, musik, teknologi dan film.
Mereka, kata Ali, menilai politik merupakan hal yang kaku dan membosankan. Ia mengatakan kaum milenial lebih peduli dengan informasi seputar kehidupan kesehariannya.
“Politik itu urusan orang tua, tidak fun, tidak asyik. Mereka tidak tertarik dengan politik," jelasnya.
Menurutnya, bukan tidak mungkin pemilih milenial enggan menggunakan hak pilihnya pada pemilu 2019 nanti. Untuk itu, penting bagi semua pemangku kepentingan berupaya dalam meningkatkan partisipasi politik pemilih milenial.
"Tantangan terbesar kita adalah meningkatkan partisipasi mereka. Sebab dalam sejarah memang partisipasi pemilih muda rendah dibandingkan dengan yang lain," kata Ali.
Sementara itu, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto menilai semua pihak, mulai elite politik hingga institusi pendidikan, diminta memberikan edukasi mengenai proses politik.
"Concern sebenarnya lebih pada pendidikan akademik daripada politik. Pendidikan politik ini semata-mata agar pemilih pemula tidak bias politik dan bebas dari indoktrinasi yang dibangun oleh guru," jelasnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Kemenpora, Asrorun Niam Sholeh, mengingatkan, masih banyak aktor politik, yang tak memberikan ruang untuk generasi milenial untuk berpolitik.
"Aktor politik hanya melakukan faktor kediaan bukan ke merekaan," jelas Asrorun.
Dia juga mengingatkan agar tema-tema politik dewasa ini jangan dihiasi hoaks. Pasalnya, selain menjadi kesalahan informasi, maka bisa terjadi apolitis atau apatis dengan kegiatan politik.
"Ini membahayakan, karena nasib bangsa berada di tangan mereka," jelasnya. (OL-4)