Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
PARTAI Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menilai hasil Pilkada 2018 tidak menjadi patokan untuk mengukur keberhasilan di Pilpres 2019 mendatang.
"Tidak linier antara mengukur (hasil) pilkada di kabupaten/kota dan provinsi dengan Pilpres nanti. Sulit untuk membaca peta pilpres 2019 atau tidak ada peta baru dengan mengukur pada pilkada 2018," ujar Ketua DPP PDIP, Andreas Pareira di diskusi politik yang bertajuk 'Menakar Kekuatan Koalisi Pemerintah vs Koalisi Oposisi Pasca Pilkada Serentak', di Jakarta, Rabu (4/7).
Ia mengakui bahwa PDIP memang hanya menang di sejumlah provinsi saja, tetapi di tingkat kabupaten/kota kurang lebih 60% partai berlambang banteng moncong putih ini berhasil meraih kemenangan. Terlebih, PDIP lebih mengutamakan untuk mengusung kadernya sendiri saat Pilkada 2018 kemarin.
"Pilkada bukan hanya sekedar menang, tapi juga alat konsolidasi untuk mengukur kekuatan mesin (partai) tadi. Dari situ kita mengevaluasi bagaimana mesin (partai) bekerja," jelasnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa dalam pesta demokrasi, kekuatan kandidat yang diusung parpol dilihat dari tiga hal. Pertama, figur kandidat. Kedua, mesin partai politik. "Kalau klop antara mesin partai dan figur itu luar biasa," ucapnya. Dan ketiga, yaitu logistik.
Politikus Partai Gerindra, Wihadi Wiyanto pun mengatakan hal yang sama. Menurutnya, hasil pilkada 2018 tidak bisa menjadi patokan untuk Pilpres 2019 nanti. Menurutnya, dinamika politik masih terus berkembang.
"Kekuatan oposisi ini masih bisa berkembang. Poros ketiga juga masih berkembang. Pilkada bukan barometer kita. Barometer yang pasti adalah bukan kepala daerahnya, tapi kekuatan mesin partai kita. Pemanasan mesin partai ini sudah cukup signifikan untuk bekerja," pungkasnya. (OL-7)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved