Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Kasus BDNI, Sjamsul Nursalim Belum Penuhi Semua Kewajiban

Antara
28/6/2018 15:12
Kasus BDNI, Sjamsul Nursalim Belum Penuhi Semua Kewajiban
(MI/M. Irfan)

MANTAN Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Glenn MS Yusuf menyebutkan bahwa pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim belum memenuhi kewajiban dalam mekanisme "Master of Settlement Acquisition Agreement" (MSAA).

"Sejauh dari yang saya ingat, tidak seluruhnya (kewajiban) diserahkan," kata Glenn dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Glenn bersaksi untuk terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Ketua BPPN periode 2002-2004 didakwa bersama-sama dengan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Dorojatun Kuntjoro-Jakti serta pemilik BDNI Sjamsul Nursalim dan Itjih S Nursalim dalam perkara dugaan korupsi penerbitan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham yang merugikan keuangan negara Rp4,58 triliun.

BDNI adalah salah satu bank yang dinyatakan tidak sehat dan harus ditutup saat krisis moneter pada 1998 dan diwajibkan untuk mengikuti Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) dengan pola perjanjian "Master Settlement Aqcuisition Agreement" (MSAA) di BPPN.

Berdasarkan perhitungan BPPN, BDNI per 21 Agustus 1998 memiliki utang (kewajiban) sebesar Rp47,258 triliun. Sedangkan aset yang dimiliki BDNI adalah sebesar Rp18,85 triliun, termasuk di dalamnya utang Rp4,8 triliun kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (DCD) dan PT Wachyuni Mandira (WM) milik Syamsul Nursalim.

Sedangkan kewajiban yang harus dibayarkan oleh pemegang saham (Jumlah Kewajiban Pemegang Saham JKPS) yaitu Sjamsul Nursalim adalah Rp28,408 triliun yaitu berupa aset sebesar Rp27,495 triliun ditambah uang tunai sebesar Rp1 triliun.

"Disepakati yang paling likuid dulu, berbentuk 'cash' lalu saham-saham dan aset yang bisa diserahkan ke BPPN, lalu dinegosiasikan dan dikumpulkan dalam 'holding company' agar menjaga aset-aset itu nilainya tidak turun," ungkap Glenn.

PT Tunas Sepadan Investama (TSI) akhirnya disepkati sebagai perusahaan untuk penjualan aset BDNI. "Rp4,8 triliun itu ada berasal 'asset contributing' sebesar Rp18,85 triliun dan masuk dalam 'asset management credit', namun ternyata macet, jadi kami kirimkan surat yang menjelaskan aset yang diberikan ke AMC BPPN tidak lancar seperti saat MSAA ditandatangani dan 'release and discharge' diberikan, dan aset itu juga dijamin dalam grup (BDNI) mohon diberikan penggantiannya dengan aset lain," jelas Glenn.

Surat BPPN kepada BDNI itu dikirim pada 1 November 1999 lalu dibalas oleh Sjamsul pada 12 November 1999 yang isinya menolak menambah aset untuk mengganti kerugian dengan alasan utang petambak termasuk Kredit Usaha Kecil (KUK).

"Ada surat dari beliau (Sjamsul) yang mengatakan belum mau menggantinya sampai kami berhenti pada 10 Januari 2000, dan sampai saat itu belum tuntas masalahnya," ungkap Glenn. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik