Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Jangan Anggap Remeh Indonesia Bubar 2030

Ardi Teristi Hardi
02/4/2018 19:35
Jangan Anggap Remeh Indonesia Bubar 2030
(MI/Rosi)

PERNYATAAN Prabowo tentang Indonesia yang bubar pada 2030 yang menyitir buku Ghost Fleet telah menimbulkan polemik. Menurut Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD), Letjen TNI Purn Kiki Syahnakri, novel tersebut memang sebuah karya fiksi, tetapi sebaiknya disikapi dengan kewaspadaan.

"Yang penting jangan menganggap remeh itu. Jangan juga menjadi pesimistis, tapi kita perlu membangun kewaspadaan. Kita anggap saja sebagai peringatan," kata dia dalam diskusi 'Kajian Strategis Konflik China-AS dan Dampaknya terhadap Indonesia' di Aula PPAD, Jakarta, Senin (2/4).

Menurut Kiki, yang penting bukan tentang 2030. Namun, pengaruh konflik Amerika dan China terhadap Indonesia, misalnya tentang terjadinya perang timur kedua dan dijadikannya daerah Timur sebagai basis militer China.

Kedua negara, baik China maupun Indonesia saat ini masih terus membangun pengaruhnya terhadap negara-negara lain, termasuk Indonesia. Tiongkok, misalnya, tengah membangun politik luar negeri membangun one belt one road (OBOR) dan penduduknya yang besar dan tersebar di seluruh dunia, pasti berdampak bagi Indonesia.

Di sisi lain, pengaruh Amerika Serikat juga masih kuat. Secara halus, Amerika telah ikut campur dalam pembuatan undang-undang di Indonesia sehingga tidak prorakyat, tapi prokapitalis.

Menurut Kiki, pemerintah bukan abai terhadap konflik Amerika-China. Pemerintah Jokowi-JK, yang di dalamnya juga ada Bais (Badan Intelijen Strategis), punya rencana, strategi, dan tindakan menyikapi konflik geopolitik Amerika-China.

Ia menyebut, kajian tentang konflik Amerika dan China yang diadaakan PPAD akan diserahkan kepada pemerintah dan disampaikan kepada masyarakat luas. Kajian ini akan melengkapi dan memberi pandangan yang lebih tajam tentang konflik tersebut dan kebijakan luar negeri Indonesia, termasuk di antaranya evaluasi tentang kebijaka bebas visa terhadap 146 negara.

Ketua Pelaksana Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa), Putut Prabantoro, dalam kesempatan tersebut menilai buku Ghost Fleet sebagai sesuatu yang positif untuk dicermati. Penulis buku tersebut memiliki latar belakang studi transstrategis dan mencantumkan sekitar 400 catatan kaki walau ada imajinasi penulis dalam membangun cerita.

"Yang terpenting, buku itu mengingatkan kita (tentang kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi)," kata dia.

Dalam dunia intelijen, data benar atau tidak harus dicek silang dan dicari tahu kebenerannya dan dijadikan masukan untuk perbaikan. Buku tersebut belakangan menjadi polemik karena disampaikan oleh Prabowo dan diunggah kembali menjelang Pemilu 2019.

"Karena urusannya mau pemilu, jadi publik mikirnya aneh-aneh," jelas dia.

Pakar Intelijen, Laksamana Muda (Purn) Robert Mangindaan, mengingatkan ada tiga negara yang memiliki pengaruh besar saat ini, yaitu Tiongkok, AS, dan Rusia. Dari tiga negara tersebut, Indonesia dinilai terlalu mengikuti pendapat Antony Giddens sehingga condong ke Tiongkok.

Padahal, selain Tiongkok, ada Rusia yang tengah mengembangkan hybrid warfare dan Amerika yang masih menjadi negara superpower. Bahkan, Amerika disebut mempunyai uang tunai US$30 miliar untuk campur tangan terhadap negara yang tidak disukai. (OL-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya