Headline
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.
AHLI Islam Politik dari kalangan Nahdatul Ulama, Ahmad Ishomuddin, menyatakan bahwa Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) adalah partai politik yang merupakan bagian dari Hizbut Tahrir yang juga partai politik, bahkan satu-satunya partai politik islam di dunia. Hal tersebut terungkap dari berbagai buku yang diterbitkan oleh Hizbut Tahrir.
"Saya kutipkan definisi Hizbut Tahrir dari sebuah buku sangat tipis berbahasa Arab, karena bahasa resmi Hizbut Tahrir adalah bahasa Arab. Hizbut Tahrir adalah partai politik, ideologinya adalah islam, maka politik adalah aktivitasnya sedangkan islam adalah ideologinya," kata Kiai Ishomuddin, saat memberikan keterangan sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan gugatan HTI di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta, Kamis (15/3).
Berdasarkan buku berjudul Hizb al-Tahrir, Hizbut Tahrir selalu beraktivitas di antara umat dan bersamanya menjadikan Islam sebagai petunjuk baginya dan akan menjadi penuntunnya untuk mengembalikan al-khilafah dan memutus dengan apa yang diturunkan Allah. Dan Hizbut Tahrir adalah perhimpunan (organisasi) yang bersifat politik, bukan organisasi kerohanian, bukan organisasi ilmiah, bukan organisasi pendidikan, dan bukan pula organisasi sosial.
"Maka aktivitas Hizbut Tahrir semuanya adalah aktivitas politik, baik aktivitas itu di luar hukum atau di dalam hukum. Aktivitasnya bukan bersifat pendidikan sehingga ia bukanlah madrasah, aktivitasnya bukanlah memberikan petuah dan bimbingan, namun aktivitasnya bersifat politik yang di dalamnya diberi gagasan-gagasan Islam dan hukum-hukumnya agar diamalkan dan diwujudkan dalam kehidupan nyata dan negara (Daulah Islamiyah)," kata Ishomuddin.
Ia mengatakan, organisasi Hizbut Tahrir juga menentang paham demokrasi karena peraturan perundang-undangan dalan demokrasi dibuat dan dirumuskan oleh manusia. Menurut Hizbut Tahrir dalam negara Daulah Islamiyah tidak boleh ada paham selain bersumber dari akidah islam.
"Negara tidak diperkenankan mengadopsi paham demokrasi karena tidak bersumber dari sumber akidah Islamiyah, dan paham demokrasi dianggap kafir karena pokok penyusunan perundang-undangan dalam demokrasi disusun oleh manusia, bukan oleh Allah," kata Ishomuddin.
Menurut dia, penolakan HTI secara mutlak terhadap demokrasi tidak sejalan dengan dengan ajaran islam. Dikatakan, ada banyak nilai-nilai atau substansi demokrasi yang sejalan dan bahkan terdapat dalam ajaran agama islam, seperti demokrasi untuk melawan kesewenang-wenangan para tiran yang jelas tidak bisa disebut sebagai kemungkaran apalagi kekafiran.
Contoh lainnya bahwa islam sepakat dengan demokrasi terkait pemilihan pemimpin. Dalil terkuat untuk memilih pemimpin adalah bahwa islam mengingkari seseorang yang menjadi imam salat atas para makmum yang membencinya.
"Tidaklah niscaya bahwa penerimaan demokrasi bermakna mengganti hukum Allah, karena tidak ada kontradiksi diantara keduanya. Demokrasi yang perlu dibangun dan berlaku di antara negara-negara muslim ialah yang sejalan dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam
dalam hal politik seperti kewajiban memilih pemimpin, pengakuan atas musyawarah untuk mufakat, nasehat, perintah untuk membuat kebajikan, melawan kezaliman, dan sebagainya," kata Ishomuddin.
Ia mengatakan, mengupayakan terbentuknya sistem negara khilafah meski dibungkus oleh kegiatan dakwah layaknya yang dilakukan HTI, merupakan bentuk pengkhianatan nyata bagi konsensus nasional. Hal tersebut hanya dapat dicegah dengan membubarkan HTI lebih dulu.
Sementara itu, Ahli Hukum Administrasi Negara, Prof Philipus M Hadjon, mengatakan, Pemerintah bisa membubarkan organisasi masyarakat jika bertentangan dengan Pancasila. Karena Pancasila merupakan dasar negara.
"Tidak ada yang boleh bertindak berlawanan Pancasila," kata Hadjon.
Menurut dia, bila dikaitkan dengan tindakan pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM RI yang menerbitkan keputusan tentang pemberian status badan hukum terhadap suatu perkumpulan, maka Menteri Hukum dan HAM RI juga berwenang untuk mencabut kembali keputusan tersebut dalam rangka penerapan sanksi administratif.
Sanksi administratif yang dimaksud pun bisa bermacam-macam bentuknya.
"Bisa berupa peringatan tertulis, penghentian kegiatan, pencabutan surat keterangan terdaftar, atau pencabutan badan hukum," kata Hadjon.
Pengacara dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, I Wayan Sudirta, mengatakan, ada tiga saksi yang dihadirkan dalam persidangan kali ini. Menurutnya, dua saksi yang dihadirkan sudah bisa mematahkan dalil-dalil yang diungkapkan HTI sebagai penggugat.
"Kami tidak bisa melarang semangat yang mereka sampaikan tapi baru dua saksi ini sudah bisa mematahkan dalil-dalil yang diungkapkan oleh penggugat," tegas Sudirta. (RO/OL-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved