Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
DIREKTUR Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyarankan kepada para partai politik untuk mulai menerapkan pemberian nomer urut atas bagi para caleg wanita sebagai bentuk keberpihakan dan dukungan terhadap keterwakilan perempuan dalam politik.
"Untuk kedepannya, bentuk keberpihakan parpol itu dapat dari sisi penempatan calon perempuan di nomer urut jadi. Meski sistemnya di Indonesia adalah proporsional terbuka, tetapi kontribusi nomer urut terhadap pilihan itu masih tergolong tinggi," ujar Titi saat ditemui beberapa waktu lalu.
Khususnya untuk wilayah dengan dapil yang besar yang mana memicu pemilih kesulitan mengenali calonnya, berbeda dengan dapil yang kecil. Karena kesulitan mengenali calon tersebut maka preferensinya nomer urut dianggap sebagai representasi kualitas dan keberpihakan partai.
"Pengalaman PPP dimana perempuan ditempatkan di 30% dapil no urut 1 maka angka keterpilihannya naik 100%, belajar dari itu kalau partai ingin menunjukkan keberpihakan terhdap perempuan dengan menempatkan calon perempuan di nomer urut 1 sekurangnya di 30% dapil," terang Titi.
Menurut Titi keterwakilan perempuan haruslah terintegrasi secara integral kedalam sistem partai dimana perempuan masuk dalam sistem pengkaderan yang baik didalam partai. Keterwakilan perempuan tidak boleh dipandang sebatas pelengkap untuk pemenuhan syarat perundangan semata dan belum menjadi bagian integral parpol.
Titi menjelaskan bahwa berdasarkan pengalaman pemilu 2014 dalam data Perludem menunjukkan bahwa banyak perempuan ketika itu hanya dicomot untuk memenuhi keterwakilan perempuan yang mandatory berdasarkan regulasi tanpa memiliki komitmen untuk meaksanakan kebijakan tersebut secara sepenuhnya.
"Kehadiran perempuan tidak bisa hanya dimaknai dalam proses pencalegan. Pencalegan sendiri harusnya tidak lepas dari proses kaderisasi dan rekrutmen politik yang demokratis di partai. Kalau perempuan hanya sekedar dihadirkan untuk memenuhi kebijakan afirmasi maka mereka akan menjadi korban dari kompetsi politik yang tidak sehat," terang Titi. (OL-7)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved