Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Media Sosial Jadi Ancaman Merata

Richaldo Y Hariandja
04/3/2018 07:15
Media Sosial Jadi Ancaman Merata
()

KOMISI Pemilihan Umum menilai setiap wilayah yang mengadakan Pilkada serentak 2018 memiliki peta ancaman berbeda. Akan tetapi, potensi konflik dengan menggunakan media sosial terdapat di seluruh wilayah.

"Aspek kerawanan media sosial ada di seluruh daerah. Ini bukan isapan jempol," ucap Komisioner KPU Wahyu Setiawan dalam diskusi bertajuk Media Sosial dan Ancaman Kerawanan Sosial di Tahun Politik, di Jakarta, kemarin.

Dia menyatakan media sosial telah menjadi instrumen politik sejak Pilkada 2012. Namun, penggunaan media sosial menjadi cenderung negatif akhir-akhir ini.

"Puncaknya tidak bisa kita pungkiri pada pilkada DKI. Walaupun kepala daerah terpilih sudah dilantik, gesekan di masyarakat masih terjadi," terang Wahyu.

Dijelaskannya, KPU bersama Bawaslu dan Kominfo kini telah membentuk gugus tugas untuk mengawasi isi media sosial agar tidak meresahkan masyarakat.

"Ada mekanisme kajian oleh gugus tugas serta mekanisme aduan yang masuk ke Bawaslu. Dari situ akan kita tindak akun-akun yang meresahkan," tegas dia.

Gugus tugas itu juga mengedukasi publik agar mengeluarkan seruan positif. "Kami juga bekerja sama dengan kepolisian. Jadi, selain UU Pilkada, ada UU ITE dan lainnya yang bisa menjerat aktivitas tidak sehat di internet," imbuh Wahyu.

Dalam komunikasi antara pemerintah dan penyedia layanan media sosial, para penyedia itu juga sudah bersedia membantu menangkal kampanye negatif dan hoaks. "Facebook, Twitter, Instagram, dan lainnya bersedia untuk membantu karena memang mereka kan di sini cari untung, tidak boleh mereka diam saja," tukas Wahyu.

Dalam acara yang sama, pakar komunikasi Universitas Paramadina, Putut Widjanarko, menyatakan media sosial merupakan masalah global. "Celakanya ada masyarakat yang malah senang terhadap berita hoaks," ucap dia.

Menurut Putut, kecenderungan masyarakat menikmati berita bohong bersumber dari kepercayaan sosial yang dipilihnya. Itu membuat mereka tidak memberi pertimbangan terhadap fakta dari sisi lain.

Sementara itu, pegiat media sosial Shafiq Pontoh menyatakan kecenderungan masyarakat percaya kepada lingkarannya membuat mereka menjadi target para buzzer yang sengaja disewa untuk membangun persepsi publik.

Saracen terlibat
Dalam pertemuan dengan Pengurus Persatuan Tarbiyah Islamiyah, Kapolri Jenderal Tito Karnavian meyakini ada sisa kelompok Saracen, di luar kelompok MCA, yang terlibat menyebar berita hoaks di media sosial. "Nanti, Senin (5/3), akan dirilis oleh Irjen Gatot (Irjen Gatot Eddy, Kasatgas kasus penyerangan ulama)," ujar Tito di Jakarta, kemarin.

Tito menambahkan, tujuan hoaks penyerangan ulama, yaitu mengambinghitamkan kelompok tertentu.

Dari hasil investigasi terkait hoaks dari dua kelompok itu, ada 45 isu penyerangan terhadap ulama. "Hanya tiga yang benar. Pelakunya alami gangguan jiwa dan dilakukan spontan. Ini peristiwa sepintas, tetapi di media sosial dibumbui," kata Tito yang meminta masyarakat tidak terprovokasi.

Senada, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meminta masyarakat bijak menggunakan media sosial. "Mengkritik silakan, tapi jangan menghina, memfitnah, atau menghasut," seru Tjahjo di Ambarawa, Jawa Tengah, kemarin. (Mal/Nur/X-11)

[email protected]



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya