Headline

Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.

Hoaks Ekses Sumbatan Komunikasi

Nur Airvanni
25/2/2018 08:26
Hoaks Ekses Sumbatan Komunikasi
(ANTARA/Andreas Fitri Atmoko)

HOAKS atau berita-berita bohong yang berkembang belakangan ini antara lain akibat sumbatan-sumbatan komunikasi di masa lalu. Masyarakat yang selama ini memiliki aspirasi yang sebelumnya tidak tersampaikan, kini bisa tersalurkan melalui media sosial.

Demikian dikemukakan pengajar ilmu filsafat STF Driyarkara F Budi Hardiman dalam sebuah diskusi, di Jakarta, kemarin.

“Di dalam masyarakat kita banyak aspirasi, tidak semua aspirasi bisa dipuaskan. Banyak juga sumbatan-sumbatan komunikasi karena ada institusi atau prosedur yang sulit. Mereka yang menemukan komunikasi digital sebagai wilayah kebebasan baru, itu akan memakai hoaks dan ujaran kebencian untuk perjuangan mereka,” tuturnya.

Budi menyatakan pemerintah mesti agresif melakukan filtrasi dan edukasi dalam menangkal hoaks. Kementerian Komunikasi dan Informatika menjadi garda terdepan menyaring konten-konten hoaks, seperti halnya terhadap konten pornografi.

Selain filtrasi, sambung Budi, edukasi juga penting. Hal itu bisa dilakukan dengan meneruskan informasi resmi dari pemerintah yang menanggapi isu hoaks. Lalu, disebarkan ke dalam grup-grup digital seperti Whatsapp.

Peran elite atau pun tokoh-tokoh masyarakat juga diperlukan untuk menangkal hoaks. “Hoaks ini kan banyakan persoalan toleransi. Maka tokoh-tokoh masyarakat perlu lebih banyak bersuara,” ucapnya.

Deputi II Kepala Staf Presiden Yanuar Nugroho menegaskan pemerintah serius terberupaya menangkal hoaks. Misalnya, dengan membuat kanal resmi pemerintah yang disebut dengan jaringan pemberitaan pemerintah (JPP) yang menginformasikan berbagai pencapaian pembangunan.

Selain itu, ada pula Forum Merdeka Barat 9 untuk memberikan klarifikasi atau penjelasan terhadap informasi yang simpang siur. “Jika ada isu-isu yang menghantam pemerintah atau yang membuat publik bingung, menteri langsung bicara atau minimal dirjen. Itu dilakukan agar masyarakat tidak bingung,” tandasnya.

90% rajin sebarkan
Di kesempatan berbeda, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Informasi dan Komunikasi (Kominfo) Niken Widiastuti mengungkapkan saat ini ada kurang lebih 142 juta pengguna internet. Dari jumlah itu, hanya sekitar 10% yang memproduksi informasi.

“Itu pun kebanyakan informasi tidak benar. Sementara itu, 90%-nya hanya rajin menyebarkan apa pun informasi yang masuk ke dalam gawai,” tutur Niken di Jakarta, kemarin.

Menurut Niken, untuk melawan hoaks, ujaran kebencian, dan paham radikalisme yang beredar di dunia maya, tidak bisa hanya dilakukan pemerintah. Oleh karena itu, Kominfo bersinergi dengan organisasi keagamaan. Contohnya, dengan Majelis Ulama Indonesia membuat mualamah medsosia yang memuat aturan dan norma menggunakan media sosial untuk kalangan muslim.

Niken menyarankan masyarakat tidak langsung menyebarkan informasi yang didapat melalui gawai, baca dulu dengan jelas dan mengonfirmasi sumbernya. Publik sebaiknya perlu memperhatikan bahwa informasi yang dibagikan memiliki nilai dan manfaat atau tidak, bukan sekadar untuk kese­nangan. (Ind/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya