Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

UU MD3 Kurangi Kualitas Demokrasi

Rudy Polycarpus
22/2/2018 06:50
UU MD3 Kurangi Kualitas Demokrasi
()

PRESIDEN Joko Widodo menegaskan belum menandatangani perubahan kedua Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3) yang telah disepakati Rapat Paripurna DPR. Pasalnya, setelah mendengar keresahan masyarakat, ia khawatir UU itu justru mendegradasi kualitas demokrasi Indonesia.

"Memang sudah di meja saya. Sampai saat ini belum saya tanda tangani karena saya ingin ada kajian-kajian, apakah perlu tanda tangan atau tidak," ujar Presiden di Jakarta, kemarin.

"Saya memahami keresahan-keresahan yang ada di masyarakat. Banyak yang mengatakan ini hukum dan etika kok dicampur aduk. Ada yang mengatakan politik sama hukum kok ada campur aduk. Saya kira kita semua tidak ingin ada penurunan kualitas demokrasi kita," tambahnya.

Presiden juga belum membuka opsi penerbitan perppu untuk membatalkan UU MD3. Dia mempersilakan masyarakat yang tidak setuju atas undang-undang itu melakukan tindakan sesuai dengan jalan hukum yang berlaku, yaitu uji materi atau judicial review melalui Mahkamah Konstitusi.

Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan Presiden enggan menandatangani pengesahan UU MD3 sebagai bentuk protes terhadap pasal-pasal yang menuai kontroversi publik.

Dengan alasan padatnya waktu, Yasonna juga mengaku baru bisa melaporkan materi UU MD3 kepada Presiden setelah disahkan Paripurna DPR.

Di sisi lain, Ketua DPR Bambang Soesatyo optimistis bahwa Presiden akan menandatangani UU MD3. "Walaupun tidak ditandatangani, sesuai mekanisme yang ada, UU itu berlaku," kata Bambang.

Seperti diketahui, Pasal 73 ayat 2 UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan, "Dalam hal RUU tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan."

Menurut Bambang, revisi UU MD3 sudah dibahas di Badan Legislasi DPR sesuai mekanisme dengan melibatkan pemerintah.

Bambang juga meminta Menkum dan HAM untuk terus meyakinkan Presiden bahwa dapat dilakukan uji materi di Mahkamah Konstitusi untuk perubahan kedua UU MD3, sebagaimana UU lain yang dinilai tidak sesuai dengan konstitusi dan Pancasila.

Tidak perlu perppu

Pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan Presiden tidak perlu mengeluarkan perppu dalam menyikapi polemik pengesahan UU MD3.

"Buat apa (perppu)? Untuk tidak memberlakukan UU (MD3) itu? Menurut saya lucu. Negara tidak genting-genting amat, tapi ada kekeliruan paradigma yang dibuat DPR dalam membuat UU. Kekeliruan paradigma itu tidak boleh dibiarkan, tetapi biarlah MK yang mengujinya," terang Refly.

Refly mengatakan sikap Jokowi yang tidak akan menandatangani UU MD3 akan menjadi energi bagi pihak yang akan menggugat ke MK. Pasalnya, dalam sidang, pemerintah akan berada di posisi yang sama dengan penggugat.

Sementara itu, ahli hukum tata negara Bivitri Susanti berpendapat, Presiden harus segera kembali mengajukan revisi terbatas UU MD3.

Sikap Jokowi yang tidak akan menandatangani UU MD3, tambahnya, tidak akan bermanfaat bila revisi tidak segera dilakukan. (Nur/Ant/X-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya