Headline
Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.
Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.
KORPS Adhyaksa optimistis perkara korupsi kondensat yang menjerat mantan Direktur PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) Honggo Wendratmo dapat dituntaskan dengan segera. Kejaksaan pun berharap kepolisian bisa menyerahkan seluruh tersangka dan barang bukti kejahatan secara bersamaan.
Jaksa Agung HM Prasetyo, menjelaskan sejauh ini pihaknya melalui tim jaksa penuntut umum masih menunggu kabar dari penyidik Bareskrim Polri perihal upaya pencarian Honggo. Selain Honggo, mantan Kepala BP Migas Raden Priyono serta mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono juga dijadikan tersangka dalam kasus tersebut.
Menurut dia, kejaksaan sebelumnya telah menerima pelimpahan tahap satu (berkas perkara) kasus itu dari Korps Bhayangkara. Bahkan, berkas tersebut juga sudah dinyatakan lengkap (P21) setelah tim jaksa melakukan penelitian mendetail.
"Tentunya sekarang tindaklanjutnya ialah penyidik menyerahkan (tahap dua) tersangka dan barang bukti. Kalau bisa semuanya sedapat mungkin diserahkan dalam waktu bersamaan, agar nanti penyelesaiannya juga bisa lebih cepat," ujar Prasetyo kepada wartawan di Kompleks Kejaksaan Agung, Jumat (9/2).
Kepolisian sebelumnya telah memasukan nama Honggo ke dalam daftar pencarian orang (DPO). DPO Honggo diterbitkan dengan Nomor B/04/1/2018/Dit Tipideksus pada Jumat (26/1) lalu. Berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kasus tersebut menyebabkan kerugian negara Rp35 triliun (US$2,716 miliar).
Kejaksaan melalui tim tangkap buronan (Tabur) 31.1 dan Tim Terpadu Pemburu Koruptor juga berusaha membantu kepolisian untuk memburu Honggo. Prasetyo menegaskan, Honggo dan buronan lainnya telah masuk radar, namun proses pencariannya tetap berkoordinasi dengan instansi lain.
"Tetapi kalau berada di luar negeri tentu ada tata cara yang berbeda. Kita harus kerja sama dan koordinasi dengan negara yang bersangkutan, misalnya dengan Tim Terpadu Pemburu Koruptor, kan di dalamnya ada unsur polisi yang kemudian berkoordinasi dengan Interpol, termasuk memasukkan dalam daftar red notice."
Prasetyo pun enggan membandingkan kinerja maupun target yang dilakukan Tim Adhyaksa Monitoring Center (AMC) dengan jargon Program Tabur 31.1 pimpinan Jaksa Agung Muda Intelijen Jan Samuel Maringka dan Tim Terpadu Pemburu Koruptor yang berada di bawah komando Wakil Jaksa Agung Arminsyah.
"Semua kerjaan harus memiliki target dan sasaran yang jelas. Hanya saja tim terpadu itu lintas sektoral dan bukan melibatkan kejaksaan saja. Makanya dengan sinergitas antara tim tabur dan tim terpadu tentu akan lebih bagus hasilnya," terang dia.
Menurut dia, kinerja kedua tim tersebut semakin memperjelas pesan penegak hukum, yakni tidak ada tempat yang aman bagi buron kasus korupsi maupun buron kasus pidana umum. "Intinya semua buron akan kita kejar," pungkasnya. (OL-7)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved