Headline

AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.

Fokus

Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.

Rencana Aksi Bela Islam 299 Kental Kepentingan Politik

Astri Novaria
26/9/2017 11:08
Rencana Aksi Bela Islam 299 Kental Kepentingan Politik
(Ketua SETARA Institute Hendardi---ANTARA/Galih Pradipta)

Rencana Aksi Bela Islam 299 pada 29 September 2017 oleh Presidium Alumni 212, yang menolak Perppu 2/2017 tentang Perubahahan UU 17/2013 tentang Ormas dan menolak kebangkitan PKI ditengarai kental kepentingan politik semata.

Hal itu disampaikan oleh Ketua SETARA Institute Hendardi di Jakarta, Selasa (25/9). Meskipun secara normatif demonstrasi merupakan hal yang wajar sebagai bentuk kebebasan berekspresi dan berpendapat. Tetapi sangat disayangkan karena mekanisme penolakan atas Perppu Ormas sebenarnya bisa dilakukan melalui Mahkamah Konstitusi, suatu mekanisme demokratik untuk menyoal keabsahan sebuah produk hukum.

"Sementara untuk isu kebangkitan PKI, apa yang hendak ditolak oleh Presidium Alumni 212 sesungguhnya adalah illusi yang terus menerus dibenamkan bahwa seolah-olah kebangkitan PKI itu nyata," ujarnya.

Ia berpendapat, mobilisasi massa secara terus menerus dalam jumlah besar bukan hanya merugikan kondisi keamanan dan iklim perekonomian nasional, tetapi juga pembodohan karena mengeksploitasi umat yang a politis dengan argumen-argumen keagamaan absurd untuk tujuan politik kelompok.

"Apa yang dilakukan oleh Presidium Alumni 212 adalah gerakan politik bukan gerakan dakwah keagamaan, apalagi sebagai bentuk jihad. Mobilisasi massa secara terus menerus juga melahirkan teror atas ketertiban sosial dan security high cost, karena bukan hanya biaya pengamanan yang diperlukan tetapi juga dampak yang ditimbulkannya yang menyebarkan kecemasan. Oleh karena itu, masyarakat sebaiknya tidak perlu terlibat dalam gerakan politik ini," tuturnya.

Menurutnya, dDemonstrasi untuk mencapai tujuan politik sebagaimana dilakukan oleh kelompok 212 dan para pengendalinya adalah cara politik konvensional yang ingin merengkuh tujuan politik dan kekuasaan tanpa kerja keras, dan tidak mencerdaskan publik.

Pada akhirnya, lanjut Hendardi, gerakan ini sesungguhnya ditujukan untuk melemahkan kepemimpinan Jokowi dan secara bersamaan membuka peluang kandidat lain mulus melenggang ke tampuk kekuasaan dengan dukungan emosional pemilih yang telah dikonsolidasikan, melalui isu-isu irrasional dan aksi-aksi yang mengatasnamakan agama. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya