Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

Ahmadiyah Tuntut Penafsiran Bersyarat UU Penodaan Agama

Putri Anisa Yuliani
11/9/2017 13:24
Ahmadiyah Tuntut Penafsiran Bersyarat UU Penodaan Agama
(Petugas Satpol PP Kota Depok menyegel kembali masjid jemaat Ahmadiyah yang segelnya dibongkar oknum di Masjid Al-Hidayah, Sawangan, Depok, Jawa Barat, Minggu (4/6) dinihari. -- ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

KOMUNITAS Jemaah Ahmadiyah mengajukan gugatan uji materi Undang-undang No 1 PNPS tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.

Gugatan diajukan untuk pasal 1, 2, dan 3 UU tersebut. Dalam gugatan ini, kuasa hukum komunitas penganut aliran Ahmadiyah, Fitria Sumarni menyebut salah satu tuntutannya adalah penafsiran bersyarat terhadap pasal-pasal tersebut.

"Tuntutan pertama adalah mengabulkan segala permohonan. Sementara tuntutan kedua adalah penafsiran bersyarat terhadap pasal tersebut," kata Fitria ditemui seusai sidang di MK, hari ini.

Dalam pasal 1 disebutkan bahwa tiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan, atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran suatu agama yang dianut di Indonesia, atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.

"Pasal ini meniadakan hak untuk menganut aliran dan melakukan ibadah secara internal," tuturnya.

Penafsiran bersyarat ini dimaksudkan agar hak untuk menganut aliran tertentu dalam suatu agama masih diperbolehkan dan dijamin oleh negara. Selain itu, komunitas Ahmadiyah ingin masih bisa melakukan kegiatan beribadah serta dijamin dan tidak lagi dilarang oleh pihak manapun.

Sebabnya, Fitria menyebut pasal dalam UU PNPS ini adalah pasal karet yang sudah memakan banyak korban karena bisa ditafsirkan terlalu luas oleh berbagai pihak. Selain itu, akibat tidak adanya penafsiran bersyarat, banyak pemerintah daerah menafsirkan isi pasal secara sendiri-sendiri.

"Ada pemda yang masih membolehkan ibadah tapi tidak boleh di masjid khusus Ahmadiyah. Tapi ada juga pemda yang utuh melarang total kegiatan seperti Provinsi Jawa Barat dengan Pergubnya," ujarnya.

Tak hanya itu, akibat adanya pasal tersebut, pemerintah pun terkesan sembarangan dalam memutuskan menerbitkan SKB sehingga SKB tidak memiliki batasan waktu. Akibatnya penyegelan dan pengrusakan tempat ibadah pun masih terjadi hingga kini di beberapa daerah. Selain di Jawa Barat, ada pula di Lombok, Nusa Tenggara Timur yang mana masjid komunitas Ahmadiyah dibakar padahal sudah memeroleh izin dari pemda.

Menurut Fitria hal ini tidak bisa lagi dibiarkan sehingga, para pemohon pun berani mengajukan gugatan sebagai individu warga negara Indonesia. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik