KOMISI Pemberantasan Korupsi tetap akan mengerjakan rencana strategis yang sudah ditetapkan sebelumnya, meski Presiden Joko Widodo berencana menerbitkan instruksi presiden (inpres) tentang pemberantasan korupsi yang lebih mengutamakan aspek pencegahan.
''KPK punya rencana strategis sendiri dan memosisikan pencegahan dan penindakan sama pentingnya, dilakukan secara simultan dengan kecepatan yang sama,'' kata Pelaksana Tugas (Plt) Pimpinan KPK Johan Budi di Jakarta, kemarin.
Sekrataris Kabinet Andi Widjajanto menyatakan inpres itu berisi instruksi detail kepada kementerian dan lembaga terkait dengan pencegahan dan penindakan korupsi. Menurut Andi, inpres tersebut tidak membatasi penindak an KPK, tapi mengombinasikan antara pencegahan dan penindakan guna menciptakan sistem yang mendukung akuntablitas dan transparansi dalam setiap pembelanjaan pemerintah pusat dan daerah.
Pengusul inpres tersebut ialah Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan sudah masuk di Sekretariat Kabinet. Saat ini, usulan itu telah masuk proses penyelesaian. Andi mengatakan selama tiga tahun terakhir, pemerintah selalu mengeluarkan rencana aksi tersebut. Inpres tersebut tidak mengatur mengenai KPK, tetapi lebih sebagai strategi nasional dalam hal pemberantasan korupsi. Johan tidak berkomentar banyak ketika ditanya apakah KPK akan mendukung pelaksanaan inpres tersebut. “Itu domain Presiden,†ujarnya.
Pelaksana tugas pimpinan KPK lainnya, Indriyanto Seno Adji, menyatakan belum mengetahui apa isi inpres tersebut. "Saya belum lihat inpresnya, tapi bagi KPK, komitmen pemberantasan korupsi tetap berjalan seperti biasa, bahkan dalam kondisi seperti sekarang ini," ujarnya.
Menurut dia, KPK sudah terbiasa dalam menjalankan tugasnya, pencegahan korupsi lebih dominan ketimbang penindakan. Hal itu sudah dilakukan jauh sebelum adanya rencana inpres tersebut. "Hal itu sesuai mintanya Pak Presiden kepada KPK agar lebih meningkatkan penanganan korupsi, dengan tetap utamakan aspek pencegahan yang strategis," tegasnya.
Sambangi MA Sementara itu, lima pemimpin KPK, kemarin, menyambangi gedung Mahkamah Agung. Menurut Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha, kunjungan pimpinan KPK ke MA hanya untuk bersilaturahim. Pertemuan tersebut, kata dia, antara lain membahas kondisi penegakan hukum saat ini dan di masa depan. Namun, ia mengaku tidak mengetahui apakah juga mendiskusikan soal peninjauan kembali (PK) kasus Komjen Budi Gunawan.
"Soal itu tidak tahu," tukas Priharsa. Di sisi lain, Indriyanto Seno Adji mengatakan opsi PK atas putusan praperadilan kasus Budi tidak ditempuh KPK, karena terbentur masalah regulasi. Dalam KUHAP, penegak hukum tidak diperbolehkan mengajukan PK. "Kalau PK, kita kan dasarnya regulasi KUHAP. Apakah seorang penegak hukum diperkenankan mengajukan PK? Kan enggak," tuturnya.
Indriyanto mengatakan PK hanya boleh diajukan oleh terpidana dan ahli warisnya. Penegak hukum tidak berwenang mengajukan PK. Ia menilai putusan pimpinan KPK melimpahkan kasus Budi ke Kejaksaan Agung merupakan keputusan tepat.
''KPK punya rencana strategis sendiri dan memosisikan pencegahan dan penindakan sama pentingnya, dilakukan secara simultan dengan kecepatan yang sama,'' kata Pelaksana Tugas (Plt) Pimpinan KPK Johan Budi di Jakarta, kemarin.
Sekrataris Kabinet Andi Widjajanto menyatakan inpres itu berisi instruksi detail kepada kementerian dan lembaga terkait dengan pencegahan dan penindakan korupsi. Menurut Andi, inpres tersebut tidak membatasi penindak an KPK, tapi mengombinasikan antara pencegahan dan penindakan guna menciptakan sistem yang mendukung akuntablitas dan transparansi dalam setiap pembelanjaan pemerintah pusat dan daerah.
Pengusul inpres tersebut ialah Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan sudah masuk di Sekretariat Kabinet. Saat ini, usulan itu telah masuk proses penyelesaian. Andi mengatakan selama tiga tahun terakhir, pemerintah selalu mengeluarkan rencana aksi tersebut. Inpres tersebut tidak mengatur mengenai KPK, tetapi lebih sebagai strategi nasional dalam hal pemberantasan korupsi. Johan tidak berkomentar banyak ketika ditanya apakah KPK akan mendukung pelaksanaan inpres tersebut. “Itu domain Presiden,†ujarnya.
Pelaksana tugas pimpinan KPK lainnya, Indriyanto Seno Adji, menyatakan belum mengetahui apa isi inpres tersebut. "Saya belum lihat inpresnya, tapi bagi KPK, komitmen pemberantasan korupsi tetap berjalan seperti biasa, bahkan dalam kondisi seperti sekarang ini," ujarnya.
Menurut dia, KPK sudah terbiasa dalam menjalankan tugasnya, pencegahan korupsi lebih dominan ketimbang penindakan. Hal itu sudah dilakukan jauh sebelum adanya rencana inpres tersebut. "Hal itu sesuai mintanya Pak Presiden kepada KPK agar lebih meningkatkan penanganan korupsi, dengan tetap utamakan aspek pencegahan yang strategis," tegasnya.
Sambangi MA Sementara itu, lima pemimpin KPK, kemarin, menyambangi gedung Mahkamah Agung. Menurut Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha, kunjungan pimpinan KPK ke MA hanya untuk bersilaturahim. Pertemuan tersebut, kata dia, antara lain membahas kondisi penegakan hukum saat ini dan di masa depan. Namun, ia mengaku tidak mengetahui apakah juga mendiskusikan soal peninjauan kembali (PK) kasus Komjen Budi Gunawan.
"Soal itu tidak tahu," tukas Priharsa. Di sisi lain, Indriyanto Seno Adji mengatakan opsi PK atas putusan praperadilan kasus Budi tidak ditempuh KPK, karena terbentur masalah regulasi. Dalam KUHAP, penegak hukum tidak diperbolehkan mengajukan PK. "Kalau PK, kita kan dasarnya regulasi KUHAP. Apakah seorang penegak hukum diperkenankan mengajukan PK? Kan enggak," tuturnya.
Indriyanto mengatakan PK hanya boleh diajukan oleh terpidana dan ahli warisnya. Penegak hukum tidak berwenang mengajukan PK. Ia menilai putusan pimpinan KPK melimpahkan kasus Budi ke Kejaksaan Agung merupakan keputusan tepat.