Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
ISTANA enggan memberi tanggapan terkait buruknya hubungan Komisi VI DPR dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno yang sudah berlangsung dua tahun.
"Kalau urusan pemerintah, tanya sama Menko Perekonomian saja," jawab Juru Bicara Presiden Johan Budi melalui pesan singkatnya kepada Media Indonesia, kemarin (Jumat, 30/6).
Buruknya hubungan kedua lembaga itu berawal dari permintaan Panitia Khusus (Pansus) Pelindo II yang melarang Rini menghadiri rapat bersama Komisi VI DPR RI. Namun, ketika mencoba mengonfirmasikan masalah itu melalui pesan singkat, Media Indonesia tidak direspons Menko Perekonomian Darmin Nasution.
Sebelumnya, Rini mengatakan pada perayaan Idul Fitri 1438 H dan dalam suasana bermaaf-maafan pihaknya ingin memperbaiki komunikasi dengan Komisi VI DPR RI.
Pencekalan Rini itu bermula dari hasil Pansus Pelindo II pada akhir Desember 2015. Pencekalan itu tertuang dalam surat yang diteken Fadli Zon saat menjabat Plt Ketua DPR.
Dalam surat yang terbit 18 Desember 2015 itu, terungkap bahwa larangan rapat dengan Menteri Rini merupakan permintaan Pansus Angket Pelindo II. Salah satu butir hasil pansus itu merekomendasikan kepada Presiden Joko Widodo agar memberhentikan Rini dari posisi menteri BUMN dan melarangnya mengikuti segala rapat di DPR.
Dalam menyikapi hal itu, Presiden Joko Widodo melayangkan surat yang sifatnya segera kepada DPR tentang penunjukan Menteri Keuangan menggantikan Menteri BUMN dalam setiap raker dengan Komisi VI DPR RI.
Belakangan, anggota DPR dari Fraksi PKS Refrizal mengungkapkan sebenarnya mayoritas anggota Komisi VI DPR telah sepakat untuk membuka kembali pintu kemitraan dengan Rini Soemarno. Namun, jelasnya, langkah itu terganjal akibat pimpinan DPR belum mencabut pelarangan rapat kerja dengan Rini.
Pakar hukum tata negara Refly Harun menilai sikap DPR terhadap Menteri BUMN tidak tepat karena rekomendasi Pansus Angket Pelindo II belum final. "Sebelum rekomendasi itu final, DPR harus mencabut keputusan pelarangan rapat," kata Refly. (Nur/X-13)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved