Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Jokowi-JK Mesti Solid hingga 2019

26/5/2017 09:20
Jokowi-JK Mesti Solid hingga 2019
(ANTARA)

HUBUNGAN Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla kembali memanas pascapilgub DKI Jakarta.

Muasalnya, perbedaan pilihan politik pada pilgub DKI Jakarta.

Jokowi kerap dipandang mendukung petahana Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat bersama gerbong PDI Perjuangan.

Kalla belakangan mengaku menyokong gubernur dan wagub terpilih Anies Baswedan-Sandiaga Uno.

Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Indria Samego menilai perbedaan tersebut tidak semestinya memecah-belah pemerintahan atau merusak hubungan keduanya sebagai pemimpin tertinggi negara.

"Sekarang kan bukan zamannya lagi politik sentralistik seperti era Soeharto. Enggak bisa lagi yang berbeda pilihan politik itu disingkirkan," ujar Indria saat dihubungi Media Indonesia di Jakarta, Kamis (25/5).

Ia menambahkan ada batasnya bagi Presiden dan Wakil Presiden bermain politik praktis.

Keduanya mesti tetap kompak meskipun kerap berseberangan dalam beragam isu politik hingga akhir masa jabatan pada 2019 nanti.

"Kendali ada di tangan Jokowi-JK. Keduanya mesti tetap dwitunggal hingga akhir masa jabatan," cetusnya.

Menurut Indria, pada dasarnya, Jokowi dan Kalla saling melengkapi.

Kalla hadir dengan segudang pengalaman, sedangkan Jokowi membawa ide-ide segar dan pembaruan.

Saat dihubungi terpisah, analis politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan, meskipun terlihat akur di depan publik, hubungan Jokowi-JK saat ini tidak terlalu harmonis.

Hal ini disebabkan kekhawatiran berlebihan dari Jokowi terhadap munculnya matahari kembar di kabinet jika Kalla terlalu berperan dalam pemerintahan.

"Kalau untuk kepentingan (Pemilu) 2019, Jokowi sebenarnya tidak perlu khawatir. JK ialah orang yang aktif dan masih punya pengaruh politik kuat. Namun, ambisi maju di 2019 sudah tidak ada. JK juga bukan Ketua Umum Golkar," ujarnya.

Menurut Arya, lebih baik Jokowi memperbaiki komunikasi yang tersumbat dengan Kalla dan memberikan peran lebih besar bagi Kalla dalam kebijakan-kebijakan yang strategis.

"Tugaskan JK untuk menggelar komunikasi politik dengan tokoh-tokoh Islam untuk menyejukkan kembali suasana yang panas pascapilgub DKI. Sebagai Ketua Dewan Masjid Indonesia, JK punya kompetensi. Seharusnya peran itu diberikan kepada JK," tandas dia. (Deo/P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik