Dari Kekurangan Air hingga Kelebihan Kapasitas

MI
04/1/2016 00:00
Dari Kekurangan Air hingga Kelebihan Kapasitas
(ANTARA/Nyoman Budhiana)
DOR-dor-dor. Rentetan dentuman senjata api terdengar saat magrib pukul 18.47 WIB di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Banda Aceh di Desa Bineuh Blang, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar.

Pada Jumat 6 November 2015 lalu, ratusan narapidana di LP tersebut mengamuk dan melempari petugas sipir dengan batu dan kayu. Kondisi itu memaksa anggota Brimob yang datang beberapa saat kemudian untuk melepaskan tembakan ke udara.

Kerusuhan itu terjadi karena LP tersebut kekurangan air. Imbasnya ratusan napi yang mau mandi sore mengamuk dan nyaris merobohkan pagar pembatas. Mereka berteriak meminta bertemu kelapa LP dan meminta pasokan air untuk kebutuhan mandi, cuci, dan kakus (MCK).

LP yang dihuni sekitar 500 napi itu terus memanas. Penghuni LP melempar batu ke arah depan atau area parkir dan mengenai atap bangunan kantor. Bahkan, kumpulan asap juga terlihat dari dalam LP. Dalam situasi panik, narapidana terus memanggil Ahmad Faidhoni, kepala LP saat itu.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum dan HAM) Aceh, Suwandi, menjelaskan kericuhan yang terjadi di LP Banda Aceh disebabkan kelalaian petugas dalam menangani masalah krisis air.

"Permasalahanya hanya krisis air. Namun, karena terlambat ditangani, terjadi kerusuhan. Kejadian seperti itu harus cepat kita tangani sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," katanya.

Imbas dari insiden itu ialah posisi Ahmad Faidhoni diganti Djoko B Setianto. Bagaimana dengan LP Kerobokan, Denpasar, Bali? LP itu terus berbenah pascakerusuhan yang melibatkan dua ormas besar di Bali, yakni Laskar Bali dan Baladika, yang menewaskan empat orang.

Kepala LP Kerobokan Kusbiantoro membenarkan LP Kerobokon memang melebihi kapasitas. "Hampir semua LP di Indonesia itu over capacity. Tinggal bagaimana cara membenahinya dan bagaimana cara mencegah konflik antarnapi di dalamnya," ujarnya.

Menurutnya, saat ini jumlah penghuni di LP Kerobokan sebanyak 970-an orang. Padahal, normalnya hanya bisa menampung 340 orang untuk 12 blok laki-laki, 1 blok wanita, dan 1 blok anak. "Akibatnya per kamar yang isinya 3 sampai 4 orang akhirnya harus diisi sekitar 15 sampai 16 orang," ujarnya.

Menurutnya, selain jumlah penghuni yang terlalu banyak, jumlah petugas terlalu sedikit. Untuk LP Kerobokan dengan jumlah napi hampir 1.000 orang, mereka hanya dilayani petugas sebanyak 50 sampai 60 orang.

Belum lagi berbagai sarana dan fasilitas penunjang yang tidak memadai, termasuk sarana pelatihan keterampilan dan keahlian yang selama ini dibangun tetapi belum begitu memadai.

Direktur Jenderal Pemasyarakatan I Wayan Kusmiantha Dusak mengakui ketersediaan tempat masih bermasalah. Akan tetapi, ia mengakui sudah melakukan pembenahan.

Dusak mengatakan selama empat bulan terakhir pihaknya mencatat satu LP yang dimiliki Ditjen Pas berkapasitas 118 ribu narapidana. Diperkirakan, jumlah itu akan terus meningkat sehingga LP bisa menampung 176.000 napi.

Sesuai dengan standar minimum rule (SMR), satu LP semestinya memiliki kapasitas tampung sebanyak 500 ribu napi. Namun, dengan jumlah kapasitas di bawah SMR pun, satu LP di Indonesia sudah tidak muat menampung narapidana. "Yang sesuai dengan SMR itu pun masih terjadi gangguan," kata Dusak.

Sebenarnya, kata Dusak, salah satu cara mengatasi over capacity LP tersebut ialah pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi narapidana yang sudah layak mendapatkannya dan mengajukannya ke Kementerian Hukum dan HAM. (FD/OL/Adi/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya