CITRA DPR RI tampaknya kian terpuruk di mata masyarakat. Setelah lebih dari setahun DPR hasil Pemilihan Umum Legislatif 2014 bekerja, publik belum melihat tanda-tanda perbaikan kinerja yang boleh jadi bisa meningkatkan citra DPR. Kinerja lembaga legislasi itu masih jauh dari kata memuaskan, bahkan bisa disebut mengecewakan, misalnya, dalam legislasi.
Selama setahun di Senayan, anggota DPR menghasilkan hanya tiga undang-undang, yakni UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3, itupun hasil revisi terbatas, UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 mengenai Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (rampung pada 17 Februari 2015) dan UU Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan atas Perppu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (rampung pada 17 Februari 2015). Itu tentu angka yang jauh jika dibandingkan dengan target menyelesaikan 39 rancangan undang-undang prioritas.
Ditambah lagi, tingkat kehadiran anggota DPR rendah dalam berbagai rapat resmi. Belum lagi kegaduhan politik yang telah mempertontonkan perilaku politik anggota DPR yang tidak santun kepada rakyat Indonesia. Peneliti Formappi, Lucius Karus, pun sempat berkomentar kinerja buruk tersebut tidak lepas dari pertikaian dan tarik-menarik kepentingan politik antara kubu Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat.
Waktu dan energi anggota dewan yang terhormat itu habis dalam kegaduhan dan keributan politik dengan isu-isu yang dimunculkan mereka sendiri, mulai soal dana aspirasi hingga mega proyek DPR RI.
Sebaliknya, respons DPR terhadap sejumlah persoalan yang langsung tentang publik, seperti bencana asap, kekeringan, tragedi haji di Mina, dan pemutusan hubungan kerja, kurang. Inilah barangkali yang membuat persepsi makin negatif terhadap wakil rakyat.
Kasus etik mantan Ketua DPR RI Setya Novanto terkait pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden untuk mendapatkan saham PT Freeport Indonesia dengan segala akrobatik politiknya dalam sidang MKD telah meluluhlantakkan martabat mereka meski drama itu diakhiri dengan pengunduran diri Novanto.
DPR sebagai lembaga yang mewakili rakyat seharusnya meletakan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara di atas kepentingan pribadi dan kelompok. Langkah konkret dan berani secara institusi ataupun perorangan untuk mengubah wajah mereka masih sangat diperlukan. (P-4)