DALAM sebuah perjalanan pulang menggunakan angkutan KA commuter, seorang wartawan yang lebih senior menyentil pemikiran naif saya. Sebelumnya, otak ini mencoba menerka-nerka skenario politik kasus terhangat 'papa minta saham'. Persoalan itu menambah panjang deretan kegaduhan politik selama setahun pemerintahan Presiden Joko Widodo. Melihat kilas balik, suasana langsung panas dalam sidang paripurna pemilihan pimpinan DPR periode 2014-2019. Adu otot antara Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat itu terus menjadi sumber kegaduhan politik sepanjang 2015.
Pascapemilihan pimpinan DPR, tensi politik kembali meningkat pada medio Januari 2015 dari batalnya pelantikan calon Kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan yang merupakan mantan ajudan Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri. Kejemuan Presiden Joko Widodo terasa manakala ia memutuskan lebih banyak melakukan kegiatan di Istana Bogor. Persoalan Budi Gunawan berkembang menjadi perang urat saraf antara Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan saling menetapkan tersangka. Dalam rentang waktu yang tidak berjauhan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Perubahan 2015 disahkan DPR lebih lambat ketimbang jadwal semula.
Rapat paripurna berlangsung sangat alot hingga memakan waktu 10 jam. Internal Kabinet Kerja tidak terlepas dari kegaduhan. Meski tidak besar, sempat mencuat friksi antara Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Kepala Staf Kepresidenan saat itu Luhut Binsar Pandjaitan. Itu terkait dengan perluasan peran Luhut. Silang pendapat juga timbul antara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli, Menteri ESDM Sudirman Said, dan Menteri BUMN Rini Soemarno. Kemudian antara Menteri Perdagangan Thomas Lembong dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Jokowi memerintahkan persoalan yang ada diselesaikan dalam rapat kabinet. Namun, persoalan masih karib dengan Jokowi. Terbaru, namanya bersama dengan JK dicatut Ketua DPR Setya Novanto guna memuluskan perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. Energi pemerintah, DPR, serta perhatian publik terkuras oleh kasus 'papa minta saham'. Jelang tutup tahun, isu perombakan kabinet berhembus keras. Pentolan Partai Amanat Naional mengklaim pihaknya akan mendapatkan jatah dua menteri.
Klaim itu akhirnya dibantah pihak istana meski agak lambat. Kerja antara eksekutif dan legislatif sepanjang tahun lalu juga jauh dari optimal. DPR mendapat sorotan karena minim menghasilkan produk legislasi akibat terlalu sibuk adu kekuatan antarkoalisi. Tahun telah berganti. Sudahilah kegenitan-kegenitan atau adu strategi politik yang lebih banyak mengganjal laju roda kemajuan bangsa. Jangan lagi kita tertinggal oleh negara lain yang terus memompa daya saing di tengah kompetisi global yang kian ketat.