Pidanakan TNI/Polri tak Netral Butuh Komitmen Solid

Tri Subarkah
16/11/2024 10:30
Pidanakan TNI/Polri tak Netral Butuh Komitmen Solid
Pakar hukum pemilu dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini(MI/ M IRFAN)

MAHKAMAH Konstitusi (MK) sudah membuka jalan bagi penegakan hukum pejabat daerah dan anggota TNI/Polri yang tidak netralitas dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) lewat Putusan Nomor 136/PUU-XXII/2024. Kini, untuk menegakkan putusan MK, dibutuhkan komitmen yang solid dari pengawas maupun aparat penegak hukum.

"Putusan MK hanya akan efektif apabila Bawalsu dan aparat penegak hukum di Kepolisian dan Kejaksaan serta Pengadilan punya komitmen yang solid dan progresif dalam mewujudkan keadilan pemilu," kata pakar hukum pemilu dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini kepada Media Indonesia, Sabtu (16/11).

Bagi Titi, seluruh pihak yang menangani dugaan pelanggaran netralitas oleh elemen yang selama ini diharamkan memihak hanya akan terwujud jika aparat penegak hukum pelanggaran pilkada mau bekerja dengan benar dan tidak masuk angin.

Di sisi lain, ia juga mengingatkan pentingnya kontrol dari masyarakat. Kontrol itu dibutuhkan sebagai partisipasi aktif melakukan pengawasan dalam penyimpangan proses penegakan hukum yang melibatkan pejabat daerah, anggota TNI/Polri, maupun pejabat negara.

"Harus dipahami bahwa proses hukum terhadap mereka pasti tidak mudah sebab akan melibatkan kekuasaan yang rentan diselewengkan dan dimanfaatkan untuk menyimpangi penegakan hukum dan keadilan pemilu," jelas Titi.

MK sendiri lewat putusan perkara uji materi Nomor 136/2024 pada Kamis (14/11) telah mengubah norma Pasal 188 UU Pilkada. Perubahan itu terjadi dengan menambahkan frasa pejabat daerah dan anggota TNI/Polri sehingga lengkapnya menjadi berikut ini:

"Setiap pejabat negara, pejabat daerah, pejabat Aparatur Sipil Negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6  bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600 ribu atau paling banyak Rp6 juta." (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya