Headline
Kementerian haji dan umrah menaikkan posisi Indonesia dalam diplomasi haji.
Kementerian haji dan umrah menaikkan posisi Indonesia dalam diplomasi haji.
TIDAK salah kalau nama Vladimir Putin terdengar nyaring di berbagai kalangan masyarakat karena ia telah membawa negara ini selama 16 tahun terakhir dari negara yang dilanda perpecahan dan ketidakstabilan menjadi satu entitas politik yang solid. Rusia telah menemukan tempat dalam percaturan dunia dan sudah diperhitungkan lagi oleh Barat. Bukan diperhitungkan akan ancamannya sebagai bekas negara komunis yang digdaya, melainkan karena kekuatan ekonomi.
Kota Moskow barangkali bisa dijadikan salah satu potret keperkasaan Rusia yang modern. Tidak lagi aneh terdapat berbagai gerai bank internasional seperti Citibank dan gerai makanan cepat saji McDonald’s dan A&W di sana. Bahkan, mobil yang bermerek mulai BMW, Mercedes, Toyota, Suzuki, Ford sampai dengan Hyundai dan KIA buatan Korea Selatan memenuhi jalan-jalan ibu kota Rusia. Demikian juga mal-mal besar sudah tidak asing lagi di Moskow seperti terlihat di sekitar Lapangan Merah. Dengan kata lain, globalisasi industri sudah terasakan di Moskow.
Apa sebenarnya yang terjadi di Rusia di bawah kepemimpinan Vladimir Putin? Vladimir Vladimirovich Putin menjadi pemimpin dominan setidaknya sejak 1999. Pada 1999 sampai 2000, dia Perdana Menteri Rusia. Kemudian pada 2000 sampai 2008 ia menjadi Presiden Rusia selama dua periode. Karena aturan konstitusi, dia menjadi Perdana Menteri lagi pada 2008 sampai 2012. Bahkan, selama masa jabatan kedua sebagai PM Rusia, Putin juga menjadi Ketua Partai Rusia Bersatu yang menjadi penguasa sekarang. Lalu sejak 7 Mei 2012, Putin kembali menjadi presiden sampai pemilihan berikutnya pada 2018. Meski sudah lama menjabat sebagai pemimpin Rusia sampai jajak pendapat Juli 2016, Putin masih tetap berada di daftar teratas dengan tingkat popularitas sampai 64%.
Demokrasi ala Rusia
Putin menata Rusia, mulai pilar pertama, yakni konsolidasi politik yang mengubah desentralisasi politik menjadi pemusatan kekuasaan di tangan Kremlin. Modal kekuasaan inilah yang mengembalikan desentralisasi yang muncul dari keterbukaan era Mikhail Gorbachev dan masa transisi era Boris Yeltsin kepada penguasaan terpusat di Moskow. Setelah beberapa bulan berkuasa sebagai presiden, Putin memperkenalkan perubahan konstitusional meskipun tidak dilakukan melalui amendemen secara resmi. Putin bergerak cepat di beberapa front ketika mulai berkuasa, dari langkah konstitusional, keamanan, ekonomi, politik dalam negeri dan luar negeri, hingga memanfaatkan keuntungan semua itu sehingga bisa mengukuhkan diri, jadi semacam kultus individu.
Selama 2000 sampai 2008, kebijakan Putin secara perlahan mengerem reformasi demokratis yang sudah dimulai. Konsolidasi kekuasaan Putin telah mengubah Rusia menjadi semacam managed democracy (demokrasi yang terkelola). Lembaga legislatif Partai Rusia Bersatu masih dominan dengan 238 kursi yang berarti sekitar 49%, sedangkan posisi kedua diduduki Partai Komunis dengan 92 kursi atau 19%. Tempat ketiga diduduki Partai Rusia Adil dengan 64 kursi, kemudian Partai Demokrasi Liberal Rusia dengan 56 kursi. Pakar International Institute for Strategic Studies di Moskow, Dmitry Polikanov, seperti dikutip situs Russia Beyond The Headlines, menjelaskan kedudukan Putin ialah sentral sebagai pengambil keputusan. Rusia dibangun sedemikian rupa sehingga tidak ada pengambil keputusan penting tanpa persetujuan dari Putin karena lembaga lainnya hanya pelaksana. Namun, meskipun hanya pelaksana, lembaga-lembaga itu bertanggungjawab atas semua implementasi kebijakan.
Ekonomi terpusat
Setelah reformasi ekonomi diperkenalkan pasar pada Oktober 1991, pendapatan riil menyusut 50% selama enam bulan dan produksi jatuh 24% pada 1992, dan kemudian merosot lagi 29% pada tahun berikutnya. Pada 1992, hiperinflasi dengan angka 2.000% mencengkeram negeri itu. Sistem kesehatan masyarakat dan keamanan sosial hancur. Selama masa kepresidenan pertama, ekonomi Rusia tumbuh 8%. Pertumbuhan itu ditopang booming perdagangan komoditas, harga minyak, dan pengelolaan ekonomi serta keuangan yang hati-hati. Namun, krisis ekonomi global pada 2008-2009 disusul jatuhnya harga minyak, sanksi Barat terhadap Rusia awal 2014 karena aneksasi Krimea, dan intervensi militer di Ukraina Timur dengan GDP menyusut 3,7% pada 2015. Di tengah pengelolaan ekonomi dan politik, sejak awal Putih sudah memperhatikan media massa. Pada masa pertama kepresidenannya, Putin memulihkan kontrol politik atas jaringan televisi nasional. Pada saat yang sama, tulis Katherine Ognyanova (2014), Putin juga melakukan pembatasan terhadap jaringan media independen dan bahkan media asing.
Sejumlah eksekutif di media massa Rusia yang ditemui di Moskow mengakui sebagian media berada di bawah kendali pemerintah. Alexey Perevoshchikov, penasihat Departemen Hubungan Luar Negeri dari Russian Television and Radio Broascasting Company (RTR), menjelaskan media pemerintah yang dikelolanya mencakup 90 TV dan radio di semua Federasi Rusia. Kepala Kerja Sama Internasional Rossiya Segodnya, Vasily Pushkov, juga mengakui media di kelompoknya merupakan bagian dari media yang dikelola pemerintah dan bahkan mencakup jaringan pemberitaan internasional. Stabilitas politik yang dijaga Putin selama 16 tahun ini menjadikan jaminan akan adanya pertumbuhan ekonomi yang bisa mengeluarkan warga Rusia dari kemiskinan absolut. Namun, pertumbuhan dan kestabilan ini menghadapi tantangan baru karena media massa tidak selamanya bebas mengekspresikan diri. Artinya, berbagai persoalan yang muncul akibat sistem politik seperti sekarang di Rusia tidak selalu dapat dianalisis seberapa jauh bisa tahan apabila Putin tidak lagi berkuasa. Saat ini tampaknya Rusia masih puas dengan keberadaan Putin dan bahkan diperkirakan Putin masih akan unggul dalam Pemilu 2018 yang berarti bisa menjabat lagi sebagai presiden sampai 2024.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved