Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PADA 4–5 September 2016, Presiden Jokowi akan menghadiri KTT G-20 di Hangzhou, Tiongkok. Ini forum G-20 ketiga yang diikuti Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Jokowi. Pertama, pada 2014, di Brisbane Australia, Presiden Jokowi hadir dengan memperkenalkan konsep blusukan yang menjadi ciri khas kepemimpinannya, masalah reformasi ekonomi, dan infrastruktur. Kedua, di Turki pada 2015, Presiden Jokowi menyampaikan 5 misi andalannya, yaitu infrastruktur, kurangi ketergantungan terhadap dolar Amerika, kesiapan Indonesia memberikan kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi global, mendukung kerja sama internasional untuk meningkatkan penerimaan pajak, dan masalah terorisme. Diberitakan, salah satu agenda yang akan dibahas di Hangzhou ialah masalah terorisme yang dinilai telah memengaruhi pertumbuhan ekonomi global. Fokus bahasan utama ialah masalah perpajakan nasional, kerja sama antikorupsi, energi dan finansial.
Partisipasi Indonesia di G-20 memang sempat menjadi perdebatan. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Pakar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana, pernah menyarankan agar Presiden Jokowi mengevaluasi keberadaan Indonesia di G-20 dan keluar dari forum tersebut jika tidak bermanfaat bagi kepentingan Indonesia. Kehadiran Indonesia di Hangzhou membuktikan Pemerintahan Jokowi masih menilai forum itu penting bagi Indonesia. Sebagaimana yang disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla bahwa Indonesia harus bangga menjadi bagian G-20, serta dapat memberikan masukan mengenai bagaimana ekonomi internasional dapat mendorong perkembangan negara berkembang seperti Indonesia.
Pertanyaannya ialah mampukah Indonesia memberikan masukan terbaik untuk perkembangan ekonomi negara-negara berkembang, seperti Indonesia, sementara di dalam negeri sendiri, masih banyak hal yang perlu dibenahi. Bukankah sebaiknya membenahi dulu kekuatan di dalam negeri, barulah dapat mempunyai pengaruh di forum internasional. Dalam beberapa forum internasional, Indonesia terlihat hanya sebagai negara pemohon agar investasi asing masuk ke Indonesia. Berbagai kebijakan dilonggarkan hanya untuk memperlancar investasi asing di Indonesia, di antaranya kebijakan mempermudah masuknya tenaga kerja asing di Indonesia.
Kepentingan Indonesia
Terlepas dari agenda yang akan dibahas di G-20, hal yang paling penting dari kehadiran Presiden Jokowi ke Hangzhou ialah pertemuan bilateral dengan Kepala Negara Tiongkok, Xi Jinping. Hubungan kedua negara, beberapa bulan terakhir ini, terus mendapat perhatian besar dari berbagai kalangan, utamanya berkaitan dengan investasi Tiongkok di Indonesia, impor tenaga kerja asal Tiongkok, dan masalah pelanggaran kapal ikan Tiongkok di Natuna Kepri.
Pemerintah Indonesia perlu mengevaluasi berbagai permasalahan yang ada dalam hubungan Indonesia dan Tiongkok dan membahasnya di dalam pertemuan bilateral di Hangzhou mendatang. Pembahasan tentunya tidak hanya bagaimana Indonesia dapat menarik lebih banyak investasi Tiongkok di Indonesia, atau meyakinkan Tiongkok bahwa antara Indonesia dan Tiongkok tidak ada masalah sengketa kedaulatan di Laut China Selatan. Namun, Indonesia harus dapat meningkatkan bargaining position dengan Tiongkok untuk mengubah konsep kerja sama investasi turnkey project, dengan konsep yang saling menguntungkan dan tidak berbenturan dengan kepentingan dalam negeri Indonesia. BKPM mencatat peningkatan investasi Tiongkok di Indonesia pada 2015 cukup tinggi sekitar 47% dengan nilai sekitar US$2.16 miliar. Namun, realisasinya baru sekitar 7%. Presiden Jokowi menargetkan realisasi investasi Tiongkok sedikitnya dapat mencapai 30%.
Seperti diketahui, meningkatnya jumlah investasi di Indonesia yang beriringan dengan meningkatnya jumlah tenaga kerja asal Tiongkok, hingga mencapai puluhan ribu orang, telah sangat menimbulkan keresahan di masyarakat, bahkan dapat mengarah pada sentimen anti-Tiongkok.
Di bidang pariwisata, target pemerintah Indonesia untuk menarik lebih banyak turis Tiongkok di Indonesia dengan memberlakukan bebas visa kunjungan singkat (BVKS) memang berhasil. Data Kementerian Pariwisata mencatat kunjungan turis Tiongkok ke Indonesia mencapai 1.141.330 orang pada 2015, dan menargetkan 1.700.000 orang pada 2016. Namun, juga perlu diingat bahwa tindak pidana kriminal yang dilakukan warga negara Tiongkok di Indonesia juga banyak terjadi, misalnya, penyelundupan narkoba dan kasus penipuan daring.
Masalah lainnya ialah insiden Natuna, yang terjadi tiga kali pada 2016 ini. Itu juga merupakan insiden rutin tiga tahunan kapal Tiongkok yang memasuki wilayah perairan Natuna, yaitu pada 2010, 2013, dan 2016. Insiden ini sempat membangkitkan ketegangan antara Indonesia dan Tiongkok, bahkan kedua negara saling melempar protes keras. Langkah pemerintah yang terlihat ialah menyelenggarakan Ratas di atas KRI Imam Bonjol di laut Natuna, dan akan membentuk tim pakar untuk menangani masalah ketegangan dengan Tiongkok.
Berbagai permasalahan tersebut kiranya menjadi agenda khusus kunjungan Presiden Jokowi ke Hangzhou. Penyelesaian masalah itu dengan segera memang tidak mungkin, tapi setidaknya dapat dicapai kesepakatan yang tidak terlalu merugikan kepentingan nasional Indonesia dan dapat membawa manfaat bagi kesejahteraan rakyat.
Mira Murniasari
Mahasiswa Program Studi Doktor Hubungan Internasional Southeast Asia Studies Xiamen University, Fujian, Tiongkok.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved