Kamis 28 Oktober 2021, 10:20 WIB

Reaktualisasi Sumpah Pemuda untuk Bela Negara

Andi Muh Darlis, Widyaiswara Pusdiklat Bela Negara Kemhan RI | Opini
Reaktualisasi Sumpah Pemuda untuk Bela Negara

Dok pribadi
Andi Muh Darlis,

 

KEMENANGAN Jepang atas Rusia di 1905 menjadi titik awal bagi bangsa Asia melawan dominasi Barat. Barat karena selalu digambarkan sebagai mitos yang tidak terkalahkan itu berhasil diruntuhkan melalui kemenangan negeri matahari terbit tersebut. 

Semangat nasionalisme Asia membuncah dan menjadi entry point perlawanan terhadap semua bentuk dominasi Barat. Tak terkecuali Indonesia, fenomena kemenangan Jepang menjadi pemantik hebat bagi timbulnya rasa nasionalisme kebangsaan menghadapi kolonialisme. Heroisme anak muda di era itu semakin menyala dan menyalak, untuk memberi arti perkembangan lingkungan strategis masa itu berupa api semangat juang.

Semangat kepeloporan mulai tertanam kuat untuk mengikuti langkah Jepang membebaskan diri dari dominasi asing. Selain kemenangan Jepang yang mendorong kesadaran nasional Indonesia, juga ada Gerakan Turki Muda 1908 di Turki yang ikut memberikan pengaruh politis bagi timbulnya kesadaran kebangsaan Indonesia. Demikian pula dengan gerakan Gandhiisme di India yang berjuang meraih kemerdekaan dari Britania Raya. Akumulasi perkembangan strategis di masa itu memberi arti bagi tumbuhnya bibit-bibit nasionalisme Indonesia.

Pengaruh dunia internasional secara perlahan tapi pasti merasuk ke dalam dada pemuda Indonesia untuk membentuk wadah perjuangan. Di 1905 berdiri Sarekat Dagang Islam (SDI) lalu diiringi Budi Utomo 1908 dan pada 1912 berdiri Partai Serikat Islam (PSI) sebagai organisasi massa yang pertama. Budi Utomo menjadi sangat terkenal karena dibidani beberapa mahasiswa STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen), sekolah pendidikan dokter pribumi; Dr Soetomo, Soeradji Tirtonegoro, Goenawan Mangoenkoesoemo, dan lainnya.   

Berdirinya Budi Utomo mendorong kemunculan organisasi pemuda lainnya seperti Jong Java, Jong Sumateranen Bond, Jong Minahasa, Jong Celebes, Jong Ambon yang masih bersifat kedaerahan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa lahirnya Budi Utomo menjadi penanda awal bangkitnya nasionalisme Indonesia. Rasa persatuan terbentuk begitu kuat untuk berjuang melawan dominasi asing yang telah menguasai nusantara ratusan tahun lamanya. 

Penderitaan dan keterhinaan dijadikan stigma sebagai bangsa paria oleh kaum imperialis. Kesadaran politik telah mengasah nalar dan keberanian kaum muda bersatu tegak berdiri, siap mengorbankan apa saja yang dimiliki untuk terbebas dari derita panjang penjajahan. 

Kongres Pemuda II yang digelar 28 Oktober 1928 (setelah sebelumnya diadakan Kongres I 1926) yang kemudian dikenal sebagai Sumpah Pemuda adalah momentum bersejarah bagi bangsa Indonesia khususnya pemuda. Kongres itu menjadi break event point atas lahirnya gagasan besar sebagai sebuah perjuangan politik. Isi Sumpah Pemuda mengikrarkan tiga hal; satu tanah air (kesadaran teritorial), satu bangsa (kebangsaan/nation) dan satu bahasa (kesadaran budaya). 

Bagaimana pun Sumpah Pemuda adalah terobosan politik yang penting dan utama karena melahirkan embrio perjuangan yang menjadi motivasi perjuangan revolusioner kelak. Sumpah Pemuda adalah melting pot wadah semua lapisan sosial, suku, keyakinan agama dan budaya. Sumpah Pemuda menjadi awal perjuangan bersifat nasional setelah sebelumnya sangat lokalistik. 

Sekat-sekat kedaerahan menjadi luluh tergantikan dengan perjuangan dalam skala nasional. Mewujudkan tiga sumpah meniscayakan gerakan masif yang tentu saja menghadapi banyak hambatan dan tantangan. Keihklasan, kerelaan, dan kesiapan berkorban jiwa raga menjadi taruhan perjuangan menuju Indonesia merdeka. Sumpah Pemuda adalah gagasan politik nasionalisme Indonesia diera modern. 

Sumpah Pemuda adalah mahakarya pemuda Indonesia sebagai implikasi dalam membangun kesadaran nasional awal. Menggelorakan nasionalisme yang kemudian membutuhkan waktu yang cukup panjang, tiga dekade (37 tahun) lebih lamanya untuk mencapai Indonesia merdeka. Nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Paham tersebut mulai muncul ketika suatu bangsa memiliki cita-cita yang sama untuk membangun suatu negara (Hans Kohn 1985).

Spiritualitas Sumpah Pemuda

Sumpah Pemuda adalah semangat hidup menghadapi realitas bangsa yang berada dalam belenggu ketertindasan kolonialisme. Sumpah Pemuda menjadi senjata immaterial, yaitu senjata keyakinan dan keteguhan hati untuk mengenyahkan penjajahan di Nusantara. Kekuatan immaterial itu dijadikan kayakinan sebagai titah Ilahi. Perjuangan yang dipenuhi spiritualitas untuk sebuah eksistensi nasional. 

Spiritualitas adalah daya semangat prinsip hidup atau hakikat eksistensi manusia yang diungkapkan melalui hubungan dengan diri sendiri, sesama, alam, dan sang pencipta atau sumber hidup dan dibentuk melalui pengalaman kultural, spiritualitas merupakan pengalaman manusia yang universal (Caroline Young,2011). Cita, rasa dan karsa berpadu mewujudkan sebuah sumpah yang hingga kini usianya nyaris seabad (93 tahun). 

Sumpah Pemuda tetap relevan dengan kondisi bangsa yang dipenuhi oleh beragam problem yang tak kunjung berakhir. Dalam konteks ini, Sumpah Pemuda harus tetap eksis dan sangat perlu untuk direaktualisasikan. Tanpa kesadaran, militansi dan kerelaan berkorban serta sifat-sifat altruisme dari kaum muda untuk lahirnya sebuah negara tentu kemerdekaan sulit diraih. 

Cita-cita selalu membutuhkan pengorbanan, meski kadang tak sebanding dengan hasil yang dicapai. Proses panjang perjuangan menuju Indonesia merdeka telah menumpahkan banyak darah dan bentuk pengorbanan lain yang tak terhitung jumlah dan nilainya. Kesadaran membutuhkan keinsyafan bahwa perjuangan dan pengorbanan harus beriringan untuk meraih cita-cita nasional. 

Militansi pemuda pendahulu harus tetap menjadi spirit di era kekinian. Sebagai sebuah sumpah, semangat Sumpah Pemuda harus bisa menjadi emanasi bagi kehidupan kaum muda kontemporer yang jauh lebih terpelajar dibanding dengan generapi muda pendahulu.

Semangat bela negara

Jika Sumpah Pemuda kita refeleksikan, ia tetap sangat relevan dengan kondisi hari-hari ini. Reaktualisasi Sumpah Pemuda adalah metamorfosa yang dapat digunakan sebagai social driving force untuk menguatkan sendi-sendi kebangsaan kita yang terasa mulai tergerus oleh beragam masalah. Ketika teritori nasional kita berada dalam ancaman dari pihak asing, soliditas bangsa terganggu akibat perbedaan politik, sosial dan budaya mengharu biru keindonesiaan kita.  

Masalah multidimensi seolah sulit diurai karena kita sudah kehilangan semangat kebersamaan sebagai bangsa. Tingginya angka korupsi, perilaku pejabat negara yang tak terpuji, perpecahan, kekerasan sesama anak bangsa membuat kita kehilangan roh kebangsaan. 

Kita mungkin perlu merenungi terhadap apa yang dikatakan oleh Amrtya Kumar Sen, "Join the past to build a new."  Kita harus mengenang akar masa lalu tentang ikhtiar ketulusan, kelurusan niat dan ketinggian budi dari para pendiri bangsa. Kita perlu mengenang tanggung jawab para pendiri bangsa, karena dalam setiap mengambil keputusan sulit terkait dengan masalah kenegaraan/kebangsaan selalu dilandasi oleh niat suci dan hati yang murni penuh keihlasan tanpa pamrih.  

Mungkin inilah yang dinamakan makrifat bela negara yang harus dilakukan oleh seluruh warga negara, khususnya bagi para pengelola negara, bagaimana mengelola negara. Indonesia amat kaya raya di dataran, pegunungan, hutan belantara, lembah, ngarai dan di bawahnya semua mengandung potensi kekayaaan. Belum lagi kandungan di dalam dan di dasar laut semua adalah harta kekayaan. 

Namun sayang setelah 76 tahun merdeka amanat pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang bermuara pada keadilan sosial belum mampu terwujud bahkan terasa masih sangat jauh. Bahkan kekuatan oligarki politik dan oligarki ekonomi justru semakin menguat. Kita harus kembali mengenang jasa perjuangan pendahulu yang telah mewakafkan jiwa, raga dan harta bendanya untuk kemuliaan bangsa ini. 

Seharusnya semangat itu yang merasuki jiwa-jiwa kita dan khususnya bagi pejabat pemerintahan untuk lebih fokus pada urusan kemaslahatan warga negara. Bela negara di era kekinian tidak lagi harus memanggul senjata tetapi bagaimana melaksanakan peran profesi masing-masing secara proporsional, profesional dan optimal untuk keagungan bangsa dan negara kita. 

Dahulu pendahulu berjuang untuk mengusir kaum kolonial yang menghisap rakyat dan kekayaan alamnya dengan harapan generasi mendatang dapat menikmatinya dan melahirkan generasi yang mampu membangun keagungan negara dan bangsa. Jangan lagi muncul penjajahan ala kolonial di era milenial dengan beragam bentuk dan corak yang melukai rasa keadilan dan kemanusiaan. 

Para founding fathers and mothers telah memberikan contoh semangat altruisme dalam bagaimana membangun peradaban bangsa secara bermartabat. Sekali kita perlu kembali mengenang akar bagaimana para pendahulu kita berjuang untuk kemaslahatan. Selamat hari Sumpah Pemuda semoga sumpah itu mampu menjadi emanasi bagi seluruh negeri. 

Baca Juga

ANTARA/Boyke Ledy Watra

Melindungi Hak Pilih Warga

👤Arif Susanto Analis politik Exposit Strategic 🕔Kamis 23 Maret 2023, 05:05 WIB
SALAH satu tahapan krusial dalam Pemilu 2024 ialah pemutakhiran data pemilih, yang selanjutnya diikuti penyusunan daftar...
MI/Seno

Ironi Rektor Korup

👤Bagong Suyanto Dekan FISIP Universitas Airlangga 🕔Kamis 23 Maret 2023, 05:00 WIB
IRONIS. Itulah kata paling tepat untuk menggambarkan apa yang sedang terjadi di dunia perguruan tinggi...
Ist

Dunia Kerja, MBKM, IKU, dan Implikasi Kurikulum 

👤Munzir Busniah, Dosen Fakultas Pertanian Universitas Andalas 🕔Selasa 21 Maret 2023, 10:49 WIB
MBKM adalah program yang bertujuan mendorong mahasiswa untuk menguasai berbagai keilmuan yang menjadi bekal memasuki dunia kerja sesuai...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

Berita Terkini

Selengkapnya

Top Tags

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya