Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
SUGENG Istanto (1994) mengemukakan bahwa negara yang berdaulat adalah negara yang memiliki independensi atas intervensi kekuasaan negara lain. Prinsip independensi tersebut kemudian tercermin pada ketentuan Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ketentuan Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menegaskan bahwa konstruksi sistem pertahanan dan keamanan Indonesia menganut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta yang terdiri atas Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.
Berkenaan dengan frasa 'rakyat sebagai kekuatan pendukung', dewasa ini muncul polemik di tengah masyarakat dalam menafsirkan pengejawantahan frasa tersebut. Frasa tersebut kemudian dihubungkan dengan peran sipil dalam bidang pertahanan negara yang diatur dalam ketentuan UU Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara (UU PSDN) dan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara (PP PSDN).
Salah satu polemik yang seringkali diperbincangkan adalah terkait dengan UU PSDN dan PP PSDN yang dianggap oleh kalangan kontra dapat dijadikan dasar kewenangan oleh Pemerintah untuk menerapkan pola semi-militeristik atas peran sipil dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun polemik tersebut perlu untuk dikaji secara komprehensif agar tidak berkembang menjadi hal-hal yang bersifat asumtif.
Memahami konstruksi hukum
Perlu untuk dipahami secara benar bahwa UU PSDN dan PP PSDN merupakan produk hukum yang mengatur perihal konsepsi pertahanan negara. Sehingga implementasi ketentuan Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 baik dalam UU PSDN dan PP PSDN hanya berbicara mengenai sistem pertahanan rakyat semesta. Sistem pertahanan rakyat semesta yang dimaksudkan adalah sistem pertahanan negara yang diselenggarakan oleh komponen utama, yaitu TNI dengan didukung oleh komponen cadangan (komcad) dan komponen pendukung sebagai alternatif.
Secara tekstual, sipil dapat berperan sebagai komcad, komponen pendukung ataupun sipil pada umumnya. Hal tersebut diatur secara terang dalam ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) jo. Pasal 1 angka (11) PP PSDN bahwa meskipun tidak termasuk sebagai komcad ataupun komponen pendukung, sipil pada umumnya tetap terikat pada penyelenggaraan pembinaan kesadaran bela negara (PKBN).
Ketentuan Pasal 3 ayat (2) PP PSDN mengemukakan bahwa PKBN sendiri mencakup pada tiga ruang lingkup yaitu ruang lingkup pendidikan, ruang lingkup masyarakat, dan ruang lingkup pekerjaan. Sehingga dapat dinyatakan bahwa UU PSDN dan PP PSDN merupakan konstruksi hukum yang dibentuk Pemerintah melalui pendekatan struktural dan kultural kepada masyarakat terkait aturan bela negara.
Meluruskan polemik
Setelah memahami perihal konstruksi hukum yang hendak dibangun oleh UU PSDN dan PP PSDN, maka polemik yang berkembang di tengah masyarakat dapat dikaji secara baik dan terarah. Pokok polemik yang menjadi perdebatan adalah perihal komcad dan implementasi aturan hukumnya. Patut untuk digarisbawahi bahwa dalam ketentuan Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) UU PSDN menegaskan bahwa aturan mengenai sipil untuk menjadi calon komcad bukanlah suatu kewajiban. Hal tersebut semakin ditunjukkan dengan ditempatkannya frasa 'berhak' dalam ketentuan pasal tersebut yang berimplikasi bahwa Pemerintah tidak dapat memaksa sipil untuk menjadi calon komcad tanpa persetujuannya.
Hal ini sekaligus untuk membantah anggapan bahwa konstruksi pembentukan komcad merupakan adopsi dari kegiatan wajib militer yang berkembang di negara-negara lain. Sehingga apabila yang menjadi polemik adalah terkait dengan anggapan tersebut maka hal tersebut tidak didasarkan pada logika hukum baik secara tekstual ataupun kontekstual. Namun meskipun demikian, UU PSDN dan PP PSDN rentan untuk mengalami beberapa permasalahan dalam implementasinya.
Salah satu permasalahan yang dimaksud adalah perihal kegiatan pelatihan dasar kemiliteran sebagai salah satu tahapan pembentukan komcad, sekaligus menjadi parameter untuk mengangkat calon komcad menjadi komcad sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 49 ayat (3) jo. Pasal 54 ayat (1) jo. Pasal 55 ayat (3) jo. Pasal 57 ayat (1) PP PSDN.
Mengenai hal tersebut, perlu bagi instansi penyelenggara yaitu lembaga pendidikan di lingkungan TNI dan/atau kesatuan TNI sebagaimana dimaksud pada ketentuan Pasal 55 ayat (2) PP PSDN untuk mempertimbangkan pelatihan dasar kemiliteran yang berorientasi pada penguatan peran dan karakter sipil dalam konstruksi bela negara. Sehingga perlu suatu pembedaan pola pelatihan dasar kemiliteran yang dijalani oleh komponen utama dan yang dijalani oleh calon komcad itu sendiri.
Oleh karena itu tidak tepat untuk menyatakan bahwa terdapat upaya semi-militeristik peran sipil dalam UU PSDN ataupun PP PSDN. Seyogyanya komcad merupakan upaya penguatan peran sipil untuk dapat berkompetensi militer yang dilakukan secara humanis pada konteks upaya bela negara.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved