Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
PADA 2018 Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan sekuel kelanjutan jumlah penduduk dengan mengarakterisasi usia dan angkatan kerja sebagai basis perhitungan. Dari eksposur usia, BPS mendapatkan data bahwa jumlah penduduk yang berusia 20–35 tahun nyatanya berjumlah 90 juta, dari total populasi sebesar 267 juta orang. Individu yang berada pada interval usia tersebut diklasifikasikan sebagai generasi milenial.
Hal ini memiliki implikasi bahwa ternyata hampir 34% penduduk Indonesia diisi kalangan usia milenial. Tentu saja bukan angka yang kecil apabila dijadikan kalkulasi pada aspek–aspek tertentu, seperti proyeksi penduduk, alokasi lapangan pekerjaan, tingkat urbanisasi, pemerataan ekonomi, tidak terkecuali partisipasi dan sasaran kampanye politik.
Menurut Kupperschmidt (2000), generasi sendiri merupakan sekelompok individu yang memiliki kesamaan tahun lahir, lokasi dan juga pengalaman historis atau kejadian-kejadian yang memiliki pengaruh signifikan dalam tahap pertumbuhan. Dari proposisi tersebut sebenarnya kita dapat mengetahui rumusan definisi bagi generasi milenial itu sendiri. Generasi milenial merupakan generasi yang lahir dalam kisaran interval tahun pertengahan 1990an sampai pada 2000.
Karakteristik
Generasi ini banyak menggunakan teknologi dalam kehidupan sehari–hari seperti mencari informasi melalui internet dan berkomunikasi melalui media sosial (medsos). Hal ini disebabkan karena para generasi milenial lahir di era internet booming. Jadi tidak dapat dipungkiri betapa besarnya pengaruh teknologi, komunikasi, dan informasi bagi generasi milenial (Lyons, 2004).
Karakteristik yang dimunculkan oleh generasi milenial juga bergerak pada keterbukaan pemikiran serta pandangan akan fenomena sosial dan politik yang terjadi di sekitarnya. Titik temu antara generasi milenial dengan aspek teknologi dan politik selanjutnya yang akan menjadi suatu fenomena anyar bagi perkembangan dunia perpolitikan.
Sebagaimana yang telah disinggung pada bagian awal, bahwa jumlah generasi milenial di Indonesia adalah 90 juta dari total populasi 267 juta penduduk. Hal ini menjadi suatu kesempatan emas yang dilirik oleh aktor dalam kancah perpolitikan di Indonesia, karena dianggap menguntungkan dan dapat menjadi lumbung suara. Lalu pertanyaannya, apa yang menguntungkan? Apa maksud dari lumbung suara? Pada Pemilu 2019, Komisi Pemilihan Umum mengumumkan bahwa telah menetapkan sebanyak 200 juta daftar pemilih tetap yang akan berpartisipasi dalam pemilu pada saat itu.
Dalam kalkulasi angka tersebut, 90 juta jumlah generasi milenial berada di dalam range 200 juta daftar pemilih tetap. Hal ini berarti generasi milenial memberikan pengaruh kuota suara sebesar 45% dari jumlah suara yang akan diperhitungkan. Tentu angka tersebut bukan angka yang sedikit apabila berbicara suara dalam pemilihan kontestasi politik tertentu. Oleh karena itu tidak jarang para calon presiden, kepala daerah, dan legislatif mengoptimalkan pendekatan–pendekatan ciamik pada generasi milenial, salah satunya berkampanye melalui media sosial.
Generasi milenial tidak dapat memungkiri betapa besar dampak yang dibawa oleh medsos bagi individu dan lingkungannya. Setidaknya hampir 50%–70% aktivitas generasi milenial terjadi melalui ranah digital, sisanya baru dapat dikalkulasikan sebagai aktivitas di luar dunia maya. Lebih uniknya lagi adalah, 30%-50% aktivitas di luar dunia maya hanya sebatas aktivitas keseharian seperti berolahraga, mengisi perut, berwisata, dan lainnya.
Hal ini mengindikasikan bahwa aspek sosialisasi, komunikasi, dan informasi akan lebih banyak terjadi pada ranah digital. Dalam ranah inilah generasi milenial berdiskusi, berdialog, dan beranggar pikiran dalam koridor sosialisasi mengenai segala hal, mulai dari daily activity, hobi, dialektika, opini publik, bertukar ide, sampai pada pembahasan politik dan kenegaraan. Hal inilah yang dilihat para aktor politik, baik para calon maupun partai politik (parpol) sebagai suatu kesempatan yang dapat memberikan banyak manfaat, dalam hal ini berupa dukungan dan suara.
Kecenderungan generasi milenial dalam memaksimalkan penggunaan media sosial dilihat sebagai sebuah sarana termudah bagi para parpol untuk menawarkan 'produk' serta outputnya dalam wadah cantik yang bertajuk; komunikasi dan mendengar aspirasi masyarakat. Kampanye politik yang dilakukan oleh para calon dan parpol sebelumnya masih belum menggunakan medsos sebagai sarana yang ampuh untuk mendapatkan suara dan dukungan. Namun dewasa ini rasanya menjadi hal yang janggal apabila medsos tidak dijadikan sebagai salah satu alternatif utama dalam proses kampanye politik tersebut.
Kampanye politik membutuhkan pula ongkos politik yang sangat besar. Kehadiran utama medsos dalam kampanye politik bukan berpangkal untuk menekan biaya kampanye tersebut, bukan pula untuk menghapus instrumen logistik kampanye, namun mengoptimalkan fasilitas digital untuk mendapatkan efektivitas komunikasi dan kampanye politik. Menguasai kepercayaan, kecenderungan arah pemilihan, komunikasi, dan opini publik menjadi poin esensial dalam memenangkan kontestasi dalam politik, dan sampai saat ini salah satu medium yang paling efektif dalam mewujudkan hal tersebut adalah medsos.
Jadi andalan
Kampanye dan manuver politik dengan mengoptimalkan pemanfaatan medsos kini banyak diterapkan oleh para aktor dan parpol di Indonesia, seperti pada saat Pilgub Jawa Barat 2018 yang dimenangkan oleh pasangan Ridwan Kamil (RK)–UU Ruzhanul. Kemenangan tersebut tidak dapat dinafikkan didukung dengan kepandaian dan kecakapan kampanye melalui medsos, yang menjadi salah satu elemen penting sebagai bentuk komunikasi politik dan wadah kampanye politik.
RK menjadi salah satu pejabat publik yang memiliki pengikut paling banyak pada medsos, yaitu pada angka 13 juta pengikut. Dia menggunakan pendekatan–pendekatan program dan kegiatan yang disampul dalam bingkai milenial dan dikampanyekan dengan cara yang 'milenial' pula, semisal program kerja 100 hari pertama yang mengusungkan desa digital sebagai salah satu andalan kampanyenya.
Pendekatan serta kampanye politik gaya milenial yang dilakukan RK didukung data bahwa dari sekitar 48 juta penduduk Jawa Barat, 50% komposisi tersebut diisi generasi milenial. RK hanyalah satu cerita saja, karena masih banyak contoh studi kasus lain yang dapat dijadikan gambaran betapa besarnya dampak medsos dalam koridor kampanye politik.
Pada akhirnya kita dapat menyimpulkan bahwa nyatanya komunikasi, informasi, dan kampanye politik via medsos dalam rangka mendapatkan suara serta dukungan, meningkatkan kredibilitas sebuah entitas politik, maupun komunikasi publik layak dan patut dipertimbangkan untuk pertarungan dan perjuangan kontestasi politik. Medsos berhasil memainkan peran yang sangat penting bagi aktor politik dalam mendapatkan suara dan dukungan, khususnya dari para milenial.
Dengan medsos semua bentuk partisipasi politik dapat difasilitasi dengan baik dan komprehensif, bagi para aktor politik, berikut parpol beserta kadernya. Mereka akan mendapatkan peluang serta ruang yang luar biasa efektif apabila dilakukan pemberdayaan seoptimal mungkin dalam rangka meraih suara, pikiran, dan hati para masyarakat, khususnya milenial yang menjadi keeper dalam dunia digital.
Bagi para milenial, eksistensi medsos seharusnya dapat menjadi filter yang paling mudah dicapai dalam menyeleksi dan menyortir siapa calon kepala daerah maupun legislatif yang paling layak menduduki jabatan strategis tersebut. Atas dasar hal itu pula para milenial tidak perlu lagi kebingungan atas sikap dan pilihan politik untuk ke depannya.
Riset ini mengungkap perbedaan mencolok dalam cara Gen X dan Millennial mengelola pendidikan, kesejahteraan emosional, pengeluaran, dan waktu bersama keluarga.
Banyak anak muda memilih menggunakan uang untuk hal-hal yang dirasa dapat membuat mereka melupakan tekanan hidup, misalnya dengan belanja online.
Tren pembelian rumah tapak di kawasan Tangerang, khususnya Karawaci, semakin diminati, terutama oleh generasi milenial dan pasangan muda.
Tingginya tekanan ekonomi dan lonjakan harga properti membuat masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di kawasan industri seperti Bekasi semakin sulit memiliki hunian layak
Prudential menerbitkan produk asuransi kesehatan bagi masyarakat Indonesia, khususnya milenial dan generasi Z (gen Z).
Setiap generasi sudah pasti memiliki perspektif, gaya, dan harapan masing-masing dengan keunikan sendiri. Begitu pula dengan tantangan-tantangan komunikasi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved