Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Singkong dan Potensi Ekspor 

Adelina Nur Rahmasari, Staf Direktorat Eropa II, Kementerian Luar Negeri
19/11/2020 02:00
Singkong dan Potensi Ekspor 
Adelina Nur Rahmasari(Dok pribadi)

SUDAH tidak diragukan lagi Indonesia memiliki beragam komoditas pertanian dan tanaman pangan yang menjadikan ikon negara agraris melekat di negara ini. Berkaitan dengan hal itu, baru-baru ini tersiar berita mengenai program pembangunan lumbung pangan oleh pemerintah. Salah satu implementasinya adalah wacana perluasan lahan singkong untuk mendukung ketahanan pangan Indonesia.
 
Dalam mengolah kebijakan tersebut, pemerintah harus dapat melihat lebih jauh potensi dari tanaman pangan lokal singkong. Terdapat wacana bahwa bahan pangan singkong ini nantinya akan diolah menjadi mi dan roti, sebagai pengganti bahan terigu atau gandum yang selama ini masif diimpor oleh Indonesia. 

Di antara komoditas pertanian, singkong merupakan salah satu bahan pangan yang tengah naik daun. Singkong yang secara alami tidak mengandung gluten (jenis protein yang biasanya ditemukan dalam bahan gandum atau terigu) dinilai memiliki manfaat kesehatan terutama bagi penderita intoleransi gluten, ditambah dengan kandungan gizi yang cukup baik. Selain itu, singkong berpotensi untuk diolah menjadi beragam produk makanan (kemasan) dan memiliki nilai jual tinggi di pasaran.
 
Minat masyarakat terhadap produk-produk olahan singkong pun perlahan mulai naik. Banyak pelaku UMKM yang melakukan kreasi pangan lokal menggunakan singkong sebagai salah satu substitusi bahan pangan dari gandum maupun tepung terigu, yang selama ini banyak diimpor oleh Indonesia. Menanggapi hal tersebut, pemerintah seharusnya menyediakan program pendukung untuk menindaklanjuti pembangunan lumbung pangan singkong. Dalam kaitan ini, singkong dapat dimanfaatkan untuk pengembangan produk bebas gluten. Produk tersebut dapat dieskpor ke negara-negara yang memiliki minat tinggi terhadap produk bebas gluten seperti Eropa Tengah.  

Tren bebas gluten  
Tren bebas gluten cukup lama telah menginjakkan kaki di tanah Eropa, sebut saja di kawasan Eropa tengah. Seiring berkembangnya tren hidup sehat dan popularitas diet bebas gluten, permintaan produk bebas gluten pun meningkat seperti di Jerman dan Hongaria. Contohnya di Budapest, ibu kota Hongaria, produk kemasan berlabel bebas gluten dapat dengan mudah ditemukan di swalayan terdekat. Sebagian produk bebas gluten tersebut merupakan impor dari negara tetangga. Biasanya produk tersebut didominasi oleh produk bakeri yang menggunakan tepung terigu sebagai bahan utamanya, seperti roti, kue, wafer, pretzel, hingga cookies.
 
Di kota ini biasanya diadakan festival tahunan Mentes, festival produk makanan berkonsep sehat dan salah satunya mengusung label bebas gluten. Festival ini diikuti oleh UMKM dari berbagai negara Eropa, banyak ditemukan produk-produk BIOrganik (Hongaria), enerBiO (Jerman) atau Schär (Italia).  

Melihat antusiasme dan minat masyarakat Eropa tengah, Indonesia berpotensi untuk mengekspor produk ‘bebas gluten’ yang terbuat dari tepung singkong atau mocaf. Singkong akan diolah menjadi tepung yang kemudian akan dijadikan bahan pengganti terigu dalam pembuatan produk bakeri. Pada praktiknya, pengolahan singkong sebagai produk bebas gluten telah mendapatkan perhatian sejak dahulu oleh beberapa pelaku bisnis Indonesia. Pelaku UMKM lain pun kini mulai melakukan kreasi bahan pangan lokal singkong yang diolah menjadi kue kering, roti, donat, pizza hingga mi. 
 
Indonesia bisa menjadi salah satu mitra alternatif untuk memenuhi permintaan dengan harga yang lebih terjangkau. Menurut data Kemendag, produk makanan kemasan Indonesia memiliki peluang tinggi untuk dieskpor. Dengan demikian, produk singkong tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu penyumbang nilai ekspor makanan yang selama ini didominasi oleh makanann kemasan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa wacana penambahan lahan singkong dapat meningkatkan kembali popularitas tanaman pangan lokal yang tergeser akibat peningkatan impor gandum. Total impor biji gandum dan meslin Indonesia tercatat melebihi 10 juta ton di 2019 (BPS, 2020). 

Hal ini juga membuka peluang bagi UMKM untuk memproduksi makanan olahan bebas gluten berbahan singkong. Melihat karakteristik masyarakat Eropa Tengah yang sanagt tertarik dengan produk gluten free, tentu dapat menjadi penawaran menarik bagi mereka. Singkong merupakan salah satu bahan pangan eksotik di pasar Eropa dan juga sekaligus dapat menjadi opsi yang relatif murah sebagai bahan pengganti terigu. 

Fasilitasi bagi UMKM

Eropa merupakan salah satu pasar utama ekspor singkong yang biasa diproduksi oleh negara-negara tropis. Pemberian label bebas gluten terhadap olahan singkong dapat menjadi strategi promosi Indonesia. Ekspor produk bebas gluten tersebut dapat menjadi opsi bagi masyarakat Eropa yang menjalankan diet bebas gluten. 

Tentunya peran pemerintah sangat penting dalam mendorong pemanfaatan singkong sebagai produk UMKM. Misalnya, melakukan diseminasi terkait potensi ekspor, menyediakan pelatihan dan edukasi, memberikan informasi market research, serta memfasilitasi dalam pelaksanaan ekspor ke negara mitra. Promosi internasional juga dibutuhkan untuk meningkatkan popularitas produk bebas gluten berbahan singkong, sehingga mendorong minat masyarakat Eropa terhadap alernatif tersebut. 

Perlu menjadi catatan bahwa, Indonesia memiliki beragam bahan pangan potensial untuk diolah menjadi produk bebas gluten, misalnya saja tepung beras, tepung kentang, tepung pati garut, dll. Ke depannya, pemerintah dapat mengembangkan program perluasan lahan terhadap tanaman pangan lainnya, tidak hanya terpaku pada singkong. 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya