Headline
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.
KETIKA mengantar cucu ke TK, penulis tercenung menyaksikan seorang ibu sederhana dengan menggendong bayi mengantar kakak si bayi masuk di sekolah yang sama. Dengan wajah ceria, sang ibu kemudian mengeluarkan sesuatu dari tas kecil yang dibawa. Sebagai penjahit, bungkusan yang dikeluarkan dari tas kecil itu ialah potongan baju perempuan yang sedang akan dipasang kancingnya.
Sederhana memang peristiwa itu, tetapi senyum tulus ibu muda yang ikhlas mengabdi, meski ‘sarat beban’ dan mungkin dengan penghasilan ala kadarnya, mampu menjalani kehidupan dengan tersenyum.
Berbeda dengan anak-anak muda yang gagal paham dengan perasaan diri dan orang lain. Dalam bahasa Aronson, Wilson dan Akert (2010), bagaimana individu berpikir tentang diri dan lingkungan sosialnya, bagaimana mereka menyeleksi, menginterpretasikan, mengingat, dan menggunakan informasi sosial untuk membuat judgment dan keputusan disebut dengan istilah kognisi sosial. Video viral kekerasan tiga pelajar laki-laki terhadap teman putrinya di dalam kelas, hanya karena masalah sepele, menunjukkan rendahnya kognisi sosial siswa. Padahal, kemampuan demikian merupakan fondasi penting bagi proses-proses sosial berikutnya.
Kognisi sosial
Terdapat dua istilah yang sering digunakan secara bergantian dalam menjelaskan proses berpikir, yaitu thought dan cognition. Meskipun pikiran dan kognisi sering dipertukarkan dalam penggunaan sehari-hari, dalam kajian psikologi terdapat perbedaan penekanan makna di antara keduanya.
Pikiran lebih merupakan bahasa dan simbol internal yang kita gunakan, lebih sering disadari atau setidaknya dilakukan secara sadar. Sementara itu, istilah kognisi artinya sedikit berbeda, merupakan proses mental yang sebagian besarnya tidak disadari.
Kognisi berfungsi seperti program komputer, beroperasi di belakang, tapi menjalankan semua fungsi komputer yang tampak di layar monitor. Kognisi merupakan aktivitas mental yang terjadi dalam jiwa untuk memproses, memaknai, dan menyimpan aneka informasi persepsual, serta untuk merencanakan dan memprogram apa yang akan kita lakukan dan katakan. Kognisi tidak dapat diamati secara langsung, tapi kita dapat menyimpulkannya melalui ekspresi, tindakan, tulisan, dan perkataan orang. Manakala kita dapat memahami kognisi, kita juga akan mengerti bagaimana dan mengapa orang berperilaku seperti itu (Hogg dan Vaughan, 2010).
Dalam teori konsistensi kognitif, orang akan merasa tidak nyaman manakala memiliki pikiran yang kontradiktif. Individu cenderung akan berusaha dengan berbagai cara yang mungkin, baik berupa perilaku atau rasionalisasi, termasuk mengubah sikapnya yang telah mapan, untuk mengatasi inkonsistensi yang terjadi (Heider, 1958). Misalnya, guru yang memiliki penghasilan tidak seberapa iri dengan kekayaan sahabatnya yang menjadi pengusaha.
Di satu sisi, individu mencintai profesinya sebagai guru, tapi di sisi lain dia belum dapat menerima penghasilannya sebagai guru, yang tidak sebanding dengan temannya yang menjadi pengusaha. Menurut teori konsistensi kognitif, guru ini hanya perlu belajar asertif, menentukan pilihan dengan lugas, tetap menjadi guru, dan ikhlas menerima seberapa pun pendapatannya, atau beralih menjadi pengusaha jika memang kekayaan yang menjadi prioritas.
Skema kognitif
Secara evolutif, manusia telah diberi anugerah dengan potensi kognitif yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Berbeda dengan makhluk lainnya, manusia memiliki otak dengan kemampuan luar biasa. Tidak hanya mampu berpikir abstrak dan hipotetis, tetapi juga elabotarif. Kemampuan demikian berfungsi sebagai sarana untuk mempertahankan diri dan membangun relasi dengan orang lain.
Karena semakin hari kehidupan ini semakin rumit dan kompleks, tidak semua informasi dapat diserap secara detail dalam waktu singkat, orang memerlukan skema. Dengan skema, orang memiliki semacam kerangka dalam mencoba memahami dan menginterpretasi berbagai peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya.
Benar bahwa kita dianugerahi kemampuan untuk dapat memahami dan menafsirkan perilaku orang lain. Namun, orang tentu tidak memiliki cukup waktu dan tenaga untuk secara terperinci mencermati setiap informasi yang menyangkut orang lain, yang baru saja kita temui. Kompleksitas realitas sosial yang ditemui mengharuskan kita selektif dalam memperhatikan, mencoba mengerti, dan mengingatnya. Skema di sini bermanfaat untuk menjelaskan bagaimana informasi sosial secara selektif dipahami dan diorganisasikan dalam ingatan.
Terdapat dua proses yang berbeda ketika kita mengevaluasi orang lain; mengevaluasi atribut-atributnya sebagai individu dan melakukan kategorisasi sosial. Manusia memiliki kecenderungan untuk memahami orang lain berdasarkan kategori-kategori tertentu daripada melihat atribut-atribut masing-masing secara terperinci. Kategorisasi ini umumnya berbasis ras, agama, gender, penampilan fisik, usia, keanggotaan kelompok, dan profesi.
Hal demikian sering terjadi karena dengan kategorisasi, untuk beberapa kasus, lebih sederhana dan efektif. Meminjam istilah Brigham (1991), kita semua ialah cognitive misers, pelit kognitif, dalam arti enggan bersusah payah mengerahkan pikiran mencoba memahami realitas sosial secara lebih detail dan komprehensif.
Skema ialah kerangka mental yang berpusat pada tema-tema spesifik yang dapat membantu kita mengorganisasikan informasi sosial. Dengan skema, kita menjadi cepat dapat memahami dan menyimpulkan berbagai peristiwa yang terjadi. Dalam dunia yang semakin rumit dan kompleks, skema membantu mengurangi beban mental manusia ketika berinteraksi dengan realitas kehidupannya. Skema dibentuk dunia yang kita tinggali. Pengalaman hidup dengan berbagai peristiwa yang menyertainya membentuk kerangka mental, yang kemudian disebut skema, menjadi semacam kacamata dalam melihat dunia sekitar.
Begitu terbentuk, skema memengaruhi perilaku sosial kita, misalnya, pada kasus trauma street violence, tawuran, dan semacamnya. Pengalaman tidak menyenangkan anak atas perlakuan kasar teman dari sekolah lain dapat menjadi skema, yang kemudian dia pergunakan untuk melihat realitas ke depan. Ketika tumbuh, anak ini cenderung melihat setiap laki-laki dari sekolah lain akan dipahami sebagai ancaman. Bagi individu, pernah mengalami situasi yang mirip di masa lalu merupakan kerangka mental untuk memahami informasi sosial yang baru.
Memperbaiki skema
Skema menimbulkan efek yang kuat terhadap tiga proses dasar; (1) perhatian atau atensi (attention), proses pertama kali terjadi yang mana individu memperhatikan gejala-gejala sosial yang ada di sekelilingnya. (2) Pengodean (encoding), memasukkan apa yang diperhatikan ke memorinya dan menyimpannya. Peristiwa yang mengesankan biasanya memiliki retensi yang lebih lama di dalam memori. (3) Mengingat kembali (retrieval). Apabila kita menemukan gejala yang mirip, kita cenderung mengeluarkan ingatan kita dan membandingkannya dengan yang sedang dilihat (Baron, Branscombe, dan Byrne, 2012).
Hal ini berarti skema-skema yang kita miliki akan sangat memengaruhi kognisi sosial kita, respons-respons kita terhadap berbagai persoalan kehidupan. Apabila skemanya positif, kita cenderung merespons dunia baru dengan positif juga. Sebaliknya, jika skemanya negatif, bukan saja kita akan melihat dunia sekitar dengan ‘kacamata hitam’, melainkan juga pilihan-pilihan perilaku dan keputusan yang diambil sebagai respons terhadap rangsang yang masuk akan cenderung negatif.
Semakin kuat dan mapan suatu skema, semakin dominan pula kognisi sosial kita dibentuk oleh skema dimaksud. Ada pengalaman menarik yang tidak lucu dari seorang mahasiswa dengan kemampuan bahasa Inggris yang sangat buruk. Ternyata ada skema yang telah mapan, yang terbangun sejak kecil berkat ajaran gurunya di kampung. Bahasa Inggris ialah bahasanya orang munafik karena tulisan dan cara membacanya tidak sama. Dalam konteks ini, Pancasila dapat dijadikan acuan dalam memperbaiki skema yang tidak sesuai dengan tata kehidupan yang bermartabat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved