Headline
Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.
BADAN Pertanahan Nasional (BPN) menerbitkan sebanyak 7 juta sertifikat hak milik (SHM) melalui Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun lalu secara gratis.
Semua daerah mendapat bagian, termasuk Jabodetabek.
Jumlah SHM yang diberikan kepada warga di seluruh Indonesia pada 2018 lebih banyak dua juta ketimbang 2017. Besar harapan masyarakat, program Prona PTSL gratis akan lebih besar lagi pada tahun ini. Pasalnya, masih sangat banyak warga dalam posisi belum beruntung.
Dikatakan belum beruntung karena mereka sudah memenuhi seluruh persyaratan namun tetap tidak mendapatkan sertifikat Prona PTSL. Berbagai kesulitan dihadapi di lapangan dan tata cara pelayanan pun asal-asalan.
Disebut asal-asalan sebab aparatur memberitahu persyaratan tidak menyeluruh pada hari itu melainkan satu per satu sehingga warga harus bolak balik melengkapi.
Konsep melayani masyarakat dengan cermat dan cepat belum sesuai dengan keinginan penggagas Prona PTSL yaitu Presiden Joko Widodo.
Aparatur seharusnya menyampaikan seluruh persyaratan yang harus dibawa pada pertemuan pertama sebab belum semua warga melek teknologi dengan membuka situr BPN di internet.
Banyak warga yang hendak bertanya mengenai persyaratan tahunya langsung datang ke kantor BPN.
Memberikan informasi sepotong-potong kepada warga yang ingin mengurus sertifikat tanah bukan jiwa aparatur sekalipun mereka berseragam.
Perbuatan seperti itu justru menyiksa orang lain yang harus bolak balik ke kantor BPN, membuat waktu terbuang, dan memakan biaya transportasi yang tidak sedikit. Belum lagi kalau warga bersangkutan mendapat kecelakaan atau dicopet saat bolak balik ke kantor pemerintahan.
Seorang warga yang tinggal di sekitaran lapangan Portim, Kelurahan Tanah Tinggi, Kota Tangerang, misalnya, mengaku kesulitan mendapatkan sertifikat Prona PTSL. Ibu yang berjualan peralatan dapur dan rumah tangga itu sudah menyertakan seluruh persyaratan mulai dari fotokopi KTP dan KK, Letter C, dan SPPT PBB, namun tetap saja tidak ikut serta memeroleh sertifikat Prona PTSL yang dibagikan Presiden Joko Widodo pada 4 November 2018 di Mal Alam Sutera, Tangerang, Banten.
Saat itu Presiden menyerahkan 6 ribu sertifikat dan harapan sang ibu agar termasuk salah satu diantaranya berujung kekecewaan. Ibu bersangkutan tidak sendirian, ada sejumlah tetangganya mengalami nasib serupa. Aparat BPN menjanjikan akan membantu namun sampai saat ini pengajuan sertifikat tetap menggantung.
Puluhan warga yang tinggal di Kelurahan Sukajadi, Kota Tangerang, mengalami nasib lebih naas lagi. Persyaratan lengkap bahkan ada yang memiliki surat izin mendirikan bangunan. Tapi mereka juga tidak termasuk dalam rumpun 6 ribu warga penerima SHM.
Lebih sakit lagi, SHM justru terbit atas nama orang lain. Ada kisah lain. Warga Kecamatan Gunungkaler, Kabupaten Tangerang, beruntung mendapat sertifikat. Sayangnya disertai kisah pedih. Proyek gratisan itu ternyata berbayar. Ada yang mengaku kena biaya Rp600 ribu per sertifikat, warga lainnya sampai jutaan rupiah.
Aparat desa tentu saja membantah menerima pungutan liar. Seperti orang buang angin, baunya tercium, pelaku dengan mudah berkelit.
Presiden Jokowi yang menggagas Prona PTSL sudah mengingatkan aparatur agar mempermudah proses bagi warga yang memenuhi persyaratan.
Di lapangan, faktor kedekatan dan pengertian antara pemohon dengan aparatur kental memengaruhi. Kepentingan oknum masih mendasari terbit tidaknya sertifikat.
Disitu ada ruang bagi Saber Pungli bertindak. Memang, Saber Pungli sudah beberapa kali menangkap pungli pengurusan sertifikat namun atas aduan.
Aparat Saber Pugli cenderung menunggu aduan sehingga jarang mendapatkan tangkapan. Berbeda jika berani menebar umpan dengan turun ke lapangan, tentu kailnya akan menghasilkan ikan kecil dan besar.
Bukan keniscayaan bila Prona PTSL juga dijadikan lahan oleh mafia tanah.
Modusnya, mereka memblokir pembayaran PBB lahan yang diincar. Kemudian terbit sertifikat atas nama orang lain. Bila Unit Saber Pungli Polri aktif membuka kamar pengaduan seperti Satgas Antimafia Bola maupun Unit Pemburu Preman, diyakini akan berdatangan warga yang merasa dirugikan.
Tahun ini, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil berjanji mensertifikatkan 11.893 lagi bidang tanah di Kota Tangerang. Janji tersebut mendapat apresiasi jempol dari masyarakat. Namun perlu keterbukaan dimana saja bidang tanah dimaksud sebab bukan kemustahilan bila di dalamnya juga terdapat bekas tanah negara yang sudah dipersiapkan untuk dikuasai pihak tertentu.
Proyek rakyat Prona PTSL membutuhkan pengawasan melekat dari pemerintah pusat. Kepala BPN sebaiknya membuka dua unit kerja untuk pos pengaduan atas adanya penyimpangan serta ruang klarifikasi bagi masyarakat yang memenuhi persyaratan namun mendapat kesulitan di lapangan.
Bagi yang memenuhi persyaratan, BPN pusat harus menekan kantor BPN wilayah untuk menerbitkan sertifikat. Kebanyakan warga pemohon gagal mendapatkan sertifikat karena tidak memiliki biaya buat mengurusnya. Jika sudah digratiskan oleh Presiden, seharusnya gratis lah dalam pelaksanaan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved