Angkot Pasti Berlalu

Mathias S Brahmana, Wartawan Media Indonesia
17/9/2018 06:00
Angkot Pasti Berlalu
()

TRANSPORTASI sudah berubah. Lima tahun lalu angkot masih berjaya dan bergaya. Saking berjayanya, sopir angkot sering jual mahal. Ketika penumpang yang buru-buru keberatan ngetem lama-lama, sopir angkot malah menyemprot dan menyuruh naik taksi atau naik ojek saja.

Perkataan adalah doa. Kini benar-benar terjadi. Perkataan sopir angkot itu terkabul. Taksi dan ojek daring berjaya. Penumpang tak perlu lagi berpanas-panas atau berbasah-basah menunggu di pinggir jalan.

Angkot daring menjemput sampai ke depan rumah dan mengantarkan hingga pintu gerbang tujuan. Lebih dari itu, penumpang telah dimerdekakan dari asap rokok sopir angkot yang sering tak ada matinye.

Sekarang, sekalipun sopir angkot daring seorang perokok, jika penumpang meminta dihentikan, pengemudi tersebut tidak berani membangkang. Dia sadar risiko besar mengintai sebab penumpang bisa melapor ke institusi.

Bahkan dalam hitungan menit laporan bisa sampai ke kantor pusat lewat pemberian nilai bintang satu. Bintang satu berarti pelayanan pengemudi online masuk golongan buruk.  

Beda dengan angkot reguler yang tidak menyediakan layanan komplain. Apalagi dulu pengemudinya kebanyakan anak-anak. Kalau diprotes malah dia lebih marah. Sekarang susah menemukan mereka. Mungkin telah beralih ke aplikasi.

Kini, pengemudi angkot telah berbeda generasi, kebanyakan usia pensiunan, khususnya yang berseliweran di perumahan. Kalau sopir muda suka ngebut, pengemudi sekarang sedikit lambat di arus lalu lintas yang serba cepat.  

Cukup tragis memang, penduduk terus bertambah tapi penumpang angkot malah semakin tergerus. Pada pagi hari sekalipun, jarang penuh muatan. Selepas jam hantaran anak sekolah, pukul 07.00-08.00, banyak angkot berlalu lalang tanpa penumpang, yang lainnya terisi satu dua orang. Bahan bakar menjadi sia-sia, menyumbang polusi iya, setoran tak ketemu ujungnya.

Sepinya penumpang angkot berdampak pada kelancaran lalu lintas. Pengemudi suka ngetem berlama-lama di belokan, mulut gang, persimpangan, sehingga menghalangi kelancaran lalu lintas. Tak jarang pula parkir lama-lama di pinggir jalan utama. Pengemudinya pergi entah kemana.

Malam hari apalagi. Parkir nginap di bibir jalan. Pemerintah Provinsi DKI pada era Basuki Tjahaja Purnama sampai mengatur tentang  keharusan punya garasi. Pasal 140 Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi mengharuskan setiap pemilik kendaraan, termasuk angkot, harus punya garasi.

Saat ini, bila angkot masih beroperasi, itu lantaran masih ada yang membutuhkan. Pergerakan manusia di Jabodetabek memang sangat besar yakni mencapai 40 juta per hari.

Di Jakarta saja sekitar 20 juta pergerakan per hari. Tapi situasi akan berubah drastis saat moda transportasi berbasis rel yakni Mass Rapid Transit dan Light Rail Transit telah beroperasi tahun ini atau paling lambat tahun depan. Moda rel yang akan terhubung ke Trans-Jakarta akan mengurangi jumlah pergerakan orang sekitar enam juta. Artinya penumpang angkot akan semakin tipis.

Jika saat ini ada peluang untuk bertransformasi menjadi bus sedang seperti yang ditawarkan Wali Kota Bogor, tiga angkot jadi satu bus Pakuan Bogor, bertindaklah cerdas. Kesempatan tidak datang dua kali.
Pasar menuntut kenyamanan. Era layanan transportasi umum tradisional pasti berlalu. Apalagi saat ini sudah bermunculan bus sedang ber-AC, tersedia carger ponsel, CCTV, jaringan internet, dengan pembayaraan tapping kartu.

Pengusaha angkot harus mau berubah. Menteri Perhubungan tidak akan berganti nama menjadi Menteri Perubahan. Mulailah dari diri sendiri. Hidup berubah adalah satu-satunya cara untuk tetap eksis. Lain dari itu berarti asal hidup saja.(*)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya