Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Dampak Kemerdekaan Kurdistan bagi Bangsa Arab

Smith Alhadar Penasihat ISMES,Direktur Eksekutif Institute for Democracy Education
28/9/2017 00:03
Dampak Kemerdekaan Kurdistan bagi Bangsa Arab
(Thinkstock)

REFERENDUM kemerdekaan Kurdistan Irak yang diselenggarakan pada 25 September lalu akan berdampak besar bagi negara-negara regional dan dunia Arab. Tak mengherankan, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, pemerintah pusat Irak, Iran, Turki, Suriah, serta Liga Arab menentang referendum yang dipandang dapat mendestabilkan kawasan. Komunitas Kurdi yang total populasinya sekitar 30-35 juta jiwa tersebar di Irak, Iran, Turki, dan Suriah. Bila Kurdistan Irak merdeka, ditakutkan akan juga mengintensifkan gerakan separatisme Kurdi di negara-negara itu.

Amerika Serikat, Inggris, dan PBB juga keberatan KRG menyelenggarakan referendum kemerdekaan di saat perang melawan Islamic State (IS) masih berlangsung dan banyak persoalan Irak yang lebih mendesak untuk segera ditangani--seperti pembangunan kembali Irak dari kehancuran perang dan isu jutaan pengungsi yang memprihatinkan ketimbang pelaksanaan referendum yang dapat mengalihkan perhatian dari perang melawan IS. Untuk membujuk KRG di bawah Presiden Masoud Barzani menunda referendum, AS, Inggris, dan PBB menawarkan opsi alternatif, antara lain menunda referendum hingga minimal dua tahun, PBB menjadi sponsor dialog Baghdad-Kurdistan dalam mencapai kesepakatan pembagian minyak dan gas, dan peningkatan peran parlemen Kurdistan sehingga mereka memiliki peran setara dengan parlemen di negara merdeka.

Namun, opsi ini ditolak Barzani yang mendapat dukungan parlemen Kurdistan. Meskipun referendum mendapat ancaman dari Baghdad, Teheran, dan Ankara, serta penolakan DK PBB, penundaan atau pembatalan referendum akan merupakan bunuh diri politik Kurdistan Irak. Untuk menetralisasi argumen negara-negara regional bahwa referendum kemerdekaan bertentangan dengan konstitusi Irak dan hukum internasional, referendum dibuat tidak mengikat dan, walaupun mayoritas rakyat Kurdi menyatakan 'ya', Barzani tidak akan memproklamasikan kemerdekaan. Hasil referendum--diperkirakan mayoritas rakyat akan memilih 'ya'--hanya strategi fait accompli untuk memperkuat posisi KRG dalam pembicaraan penentuan nasib sendiri dengan Baghdad pascareferendum.

Liga Arab menolak referendum karena mereka ikut terpukul oleh kemerdekaan Kurdistan. Hilangnya wilayah Kurdi Irak akan mengubah peta Arab yang berdampak pada geostrategi, ekonomi, politik, dan keamanan Arab. Irak, negara Arab garis depan dalam menghadapi Iran, akan mengecil. Bahkan, kekuatan militer dan ekonomi pun akan melemah karena wilayah Kurdistan merupakan penghasil gas dan minyak bumi yang cukup besar. Sementara itu, Irak kini telah jatuh miskin akibat perang delapan tahun dengan Iran (1980-1988), perang Teluk (1991), embargo ekonomi total oleh PBB (1990-2003), perang sektarian (2003-2014), dan perang melawan IS (2014-sekarang). Irak yang compang-camping masih ditambah dengan mengecilnya pendapatan akibat anjloknya harga minyak dunia dan utang menumpuk.

Secara geostrategi, melemahnya Irak ikut melemahkan negara-negara Arab Teluk vis a vis Iran. Secara ekonomi, kekuatan Arab pun berkurang yang memengaruhi kinerja Arab melalui kekuatan ekonomi di panggung internasional. Kekhawatiran bangsa Arab bukan hanya mengecilnya Irak, melainkan juga lepasnya sebagian wilayah Suriah ke tangan Kurdi. Setelah dilatih, dipersenjatai, dan didukung AS, milisi Kurdi (YPG) semakin perkasa dan percaya diri. Mereka kini terlibat perang pembebasan Raqqa, ibu kota de facto IS di Suriah, dan kota minyak Deir Az-Zor. Bukan tidak mungkin pasca-IS mereka juga akan memproklamasikan kemerdekaan, terpisah dari Damaskus. Toh, secara de facto, wilayah Kurdistan Suriah yang membentang dari timur laut hingga utara Suriah telah bebas dari kekuasaan Damaskus setelah merebaknya perang saudara di negara itu.

Ini akan semakin jauh melemahkan Arab. Bila Kurdistan Irak menjadi buffer zone Arab terhadap Iran dan Turki (negara non-Arab), Kurdistan Suriah menjadi buffer zone Arab menghadapi Turki. Secara militer, Irak dan Suriah adalah pelindung Jazirah Arab dari ancaman asing dari utara. Bila nanti Kurdistan Irak merdeka, lalu kemungkinan disusul Kurdistan Suriah, pertahanan Jazirah Arab melemah. Lebih jauh, mengecilnya Suriah, yang dengan sendirinya melemahkannya, akan mempersulit Damaskus memperoleh kembali Dataran Tinggi Golan miliknya yang direbut Israel pada 1967. Apalagi Suriah kini menjadi negara yang amburadul setelah terlibat perang saudara yang menghancurkan selama lebih dari enam tahun.

Dampak terhadap dunia Arab ialah melemahnya bargaining power Arab vis a vis Israel terkait dengan isu Palestina. Belum lagi diperlukan ratusan miliar dolar AS dan waktu yang lama untuk sekadar membangun kembali Irak dan Suriah. Lepasnya Kurdistan Irak dan Suriah ikut menambah beban bangsa Arab yang sedang dilanda konflik internal antara Qatar dan tiga negara Teluk plus Mesir, isu Palestina, perang melawan IS, dan perang saudara di Yaman dan Libia. Di saat bersamaan, kekayaan bangsa Arab terus menguap akibat anjloknya harga minyak dunia, membesarnya pengeluaran pertahanan untuk mengimbangi Iran, biaya perang di Irak, Suriah, dan Yaman, serta bantuan sosial bagi jutaan pengungsi Suriah di Libanon, Turki, dan Yordania.

Dalam konteks inilah kita memahami penentangan Liga Arab terhadap separatisme Kurdistan Irak. Namun, mereka tidak berdaya. Nasib bangsa Arab justru ditentukan bangsa-bangsa non-Arab seperti Iran, Turki, AS, dan sekutu Baratnya. Akan tetapi, masih ada harapan krisis Kurdistan dapat diselesaikan melalui jalan diplomatik. Memang sulit mengharapkan Barzani membatalkan referendum karena isu ini telah beralih dari tangannya ke ranah publik. Membatalkan referendum sama artinya dengan bunuh diri politik. Namun, dengan tidak memproklamasikan kemerdekaan, meskipun mayoritas Kurdi memilih 'ya', Barzani membuka ruang diplomasi untuk negosiasi dengan Baghdad. Selalu akan ada jalan keluar bila semua pihak tidak mementingkan ego masing-masing



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya