Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
ANAK-ANAK Dusun Kampung Ara di Kabupaten Manggarai di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, benar-benar bermental baja. Bagaimana tidak?
Untuk sampai ke sekolah, anak-anak di kampung pedalaman itu harus berjalan kaki menyusuri hutan dan kebun warga sejauh 4 kilometer. Itu mereka lakukan setiap hari, pagi dan sore.
Sepanjang perjalanan, anak-anak dusun yang bersekolah di SD Negeri Topak Desa Golo Langko, Kecamatan Rahong Utara, itu masih harus berjibaku dengan minimnya akses infrastruktur jalan dan ketiadaan jembatan permanen.
Di Kali Wae Lawar, anak-anak itu pun bertaruh nyawa, terlebih saat ketinggian air Kali Wae Lawar cukup deras seperti saat ini. Mereka harus menyeberangi kali itu hanya dengan bekal sejumlah ruas pohon bambu.
"Ruas jalan di kampung ini separuh beraspal separuh tidak. Di kali ini memang belum ada jembatan permanen," ucap Fidelis Randut, warga Desa Liang Bua yang bertetangga dengan Desa Glo Langkok, Selasa (14/2).
Parahnya lagi, imbuh Fidelis, ketika musim hujan, anak-anak SD dan guru dari Kampung Ara bahkan harus merayap di atas jembatan bambu sederhana itu. Jembatan ini sengaja dibangun warga agar mereka bisa melewati kali saat musim hujan dari Kampung Ara ke Topak.
SDN Topak itu sebenarnya diperuntukkan anak warga Kampung Topak saja. Namun, puluhan anak dari kampung Ara juga bersekolah di tempat ini. "Nasib mereka setiap musim hujan sangat bergantung pada keramahan jembatan bambu yang berjarak 10 meter itu," sebut Fidelis lagi.
Kekuatan jembatan yang hanya beralaskan dua potong batang bambu selebar 0,5 meter itu memang cukup menantang dan menyeramkan bagi anak-anak. Tumpuan di bagian ujungnya hanya diikat dengan tali yang sudah lapuk dan bagian ujung bambu alas jembatan hanya dibuat asal jadi.
Di bagian samping jembatan bambu itu hanya terdapat dua kayu yang berfungsi sebagai pegangan. "Kalau hujan dia sangat licin dan membahayakan keselamatan."
Anak-anak harus benar-benar menjaga keseimbangan saat menapaki bambu. Kalau tak hati-hati, mereka bisa jatuh terseret arus Kali Wae Lawar.
Namun, kiranya kesadaran pentingnya menuntut ilmu menjadi pemantik kekuatan dan penyemangat anak-anak dari Kampung Ara untuk tetap bersekolah.
Tak ada jalan lagi menuju sekolah selain melewati Kali Wae Lawar. Dengan kondisi itu, Fidelis pun berharap Pemerintah Kabupaten Manggarai segera membangun jembatan permanen di atas Kali Wae Lawar. (John Lewar/N-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved