Headline
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
BELASAN tahun lalu ketika fajar menyingsing, Rahman Sulaiman sudah bersiap menuju sawahnya di Desa Fatufia, Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
Seperti mayoritas warga Kecamatan Bahodopi, hari-harinya dihabiskan di antara pematang sawah, kebun, atau melaut mencari ikan. Hidup sederhana, jauh dari hiruk-pikuk modernitas.
"Dulu gelap sekali Bahodopi, listrik belum ada. Mayoritas pekerjaan kami kalau bukan petani, pekebun, ya nelayan," kenang Rahman, saat ditemui, Kamis, 6 Februari 2025.
Bahodopi masa itu adalah gambaran khas daerah pesisir terpencil di Indonesia. Sawah dan perkebunan membentang hijau, perahu nelayan hilir mudik di laut biru, dan ketika malam tiba, hanya suara jangkrik yang memecah kesunyian. Listrik masih menjadi kemewahan yang jarang dinikmati.
Namun, semua itu kini menjadi masa lalu. Suara mesin pabrik, lalu lintas yang ramai telah mengubah wajah Bahodopi sepenuhnya.
Transformasi Bahodopi dimulai pada 2015, ketika PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) membangun kawasan industri di wilayah ini. Enam tahun kemudian, pemerintah menetapkannya sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) dan objek vital nasional.
Kini, lebih dari 85.000 pekerja beraktivitas di kawasan seluas 3.000 hektare tersebut. Dampaknya tidak hanya dirasakan di area industri, tetapi merambah ke seluruh aspek kehidupan masyarakat.
"Ketika perusahaan masuk, ada PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) yang dibangun. Permukiman yang berdekatan dengan kawasan industri akhirnya turut dialiri listrik," ungkap Rahman, yang kini menyaksikan kampung halamannya berubah total.
Gelombang pekerja yang berdatangan menciptakan tantangan baru. Kebutuhan hunian yang melonjak drastis. Namun, warga Bahodopi melihat ini bukan sebagai masalah, melainkan peluang emas.
Peluang itu kemudian dimanfaatkan Rahman. Dengan bermodalkan tabungan keluarga, ia membangun kos permanen pertamanya pada 2017.
“Karena niat tinggi, kendati tabungan saya pakai. Karena saat itu saya yakin usaha ini akan berdampak baik bagi ekonomi keluarga,” aku pria 48 tahun itu.
Setelah berhasil membangun 10 petak kamar kos-kosan 2017, Rahman bukannya mengembalikan modal awal dari tabungan keluarga, dirinya malah kembali membangun kos baru pada 2019.
“Kurang lebih dua tahun itu saya kumpul lagi uang, dan bangun lagi 15 kamar kos. Alhamdulillah sekarang sudah 25 kamar kos, dan rata-rata sewa per bulan Rp1,3 juta sampai Rp1,5 juta,” ungkapnya.
Sekarang Rahman sudah mengembalikan modal keluarga, ekonominya pun ikut membaik.
“Dulu kan masih susah, karena pendapatan cuma dari pertanian atau kalau sedang ke laut dapat ikan. Sekarang alhamdulillah tiap bulan bisa dapat bersih Rp70 juta sampai Rp80 juta, semua anak-anak juga sudah kuliah berkat uang kos-kosan,” tutupnya.
Suryadi, warga Desa Fatufia, juga melakukan hal yang sama. Ia bahkan, salah satu yang tercepat memanfaatkan momentum ini.
Pada 2016, Suryadi membangun kos pertamanya dengan modal nekat dan keyakinan besar.
"Begitu selesai dibangun, langsung penuh. Prospeknya bagus sekali," kenang Suryadi ketika diwawancarai pertengahan 2024.
Kini, pria yang dulunya berprofesi sebagai petani itu mengelola kos permanen dengan tarif Rp1,5 juta per kamar, plus pelbagai usaha sampingan lainnya.
Total penghasilannya mencapai Rp90-120 juta per bulan, angka yang tak pernah ia bayangkan di masa lalu.
Tidak mau ketinggalan, Lukman, sesama warga Desa Fatufia, justru lebih ambisius. Ia mengembangkan bisnisnya dengan mengelola 66 kamar kos yang tersebar di tiga desa.
Strategi diversifikasi lokasi ini memungkinkannya menawarkan harga yang bervariasi, mulai dari Rp850.000 hingga Rp1,3 juta per bulan.
"Sangat lumayan keuntungannya usaha kos-kosan ini," tegasnya.
Hasnia memiliki cerita berbeda. Awalnya, ia mengandalkan usaha penyuplai ikan ke perusahaan yang menghasilkan hingga Rp50 juta per bulan. Namun, fluktuasi pasar ikan membuatnya was-was.
Melihat kesuksesan tetangganya, Hasnia memutuskan membangun 22 kamar kos. Hasilnya, penghasilan yang lebih stabil sebesar Rp20-25 juta per bulan.
"Dulu untung dari jual ikan bisa Rp50 juta per bulan, tapi fluktuatif. Sekarang bisa lebih stabil dan lumayan, lah," ungkapnya.
Data yang dirilis PT IMIP memberikan gambaran menakjubkan tentang transformasi ekonomi Bahodopi.
Survei internal perusahaan pada 2024 mencatat keberadaan sekitar 16.596 kamar kos di Kecamatan Bahodopi, angka yang fantastis untuk sebuah daerah yang dulunya terpencil.
Menurut HR Head Department PT IMIP, Achmanto Mendatu, perputaran uang dari pembayaran kos-kosan saja diperkirakan mencapai Rp16,596 miliar per bulan.
"Ini adalah angka yang luar biasa besar. Dampak ekonominya tidak hanya dirasakan oleh pemilik kos-kosan, tetapi juga oleh seluruh rantai ekonomi di Bahodopi," jelasnya.
Transformasi Bahodopi tidak berhenti pada sektor hunian. Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tumbuh dengan pesat bagaikan jamur di musim hujan.
Dari hanya 4.697 unit usaha pada 2021, kini terdapat lebih dari 7.600 usaha aktif di Bahodopi.
Pertumbuhan ini menyerap 16.705 tenaga kerja melalui pelbagai jenis usaha mulai kios sembako, warung makan, stan minuman, bengkel, toko pakaian, konter ponsel, bengkel, jasa pinatu, hingga penjual alat pelindung diri.
Tiga jenis usaha yang paling dominan adalah kios sembako plus pertamini 981 unit, stan minuman 735 unit, dan warung makanan semi permanen 670 unit.
"UMKM menjadi tulang punggung ekonomi lokal. Mereka tidak hanya menyerap tenaga kerja, tapi juga mendongkrak PDRB daerah," ungkap Head of Media Relations PT IMIP, Dedy Kurniawan.
Tahun 2024 menjadi tahun emas bagi UMKM Bahodopi, dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi mencapai 14,9% dibanding tahun sebelumnya. Lonjakan ini didorong oleh arus pendatang yang terus mengalir untuk bekerja di sektor nikel.
Bahodopi hari ini mungkin belum memiliki mal mewah atau gedung pencakar langit seperti kota metropolitan. Namun, geliat ekonominya tidak kalah dinamis.
Dari kamar-kamar kos sederhana hingga pelbagai jenis usaha di sudut jalan, denyut kehidupan terus bergerak dengan ritme yang semakin cepat.
Transformasi Bahodopi dari kecamatan sunyi menjadi pusat industri adalah bukti nyata bagaimana peluang ekonomi dapat mengubah nasib sebuah daerah.
Di setiap sudut, terdapat kisah warga yang memanfaatkan momentum dan mengubah hidup mereka selamanya.
Bahodopi bukan lagi sekadar nama di peta. Ia telah menjelma menjadi simbol harapan, tempat di mana mimpi-mimpi kecil tumbuh menjadi kenyataan besar. Perjalanan transformasinya masih terus berlanjut, menuju masa depan yang lebih cerah. (TB/E-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved