Headline
RI-AS membuat protokol keamanan data lintas negara.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
GURU Besar Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Sri Raharjo, menegaskan meskipun istilah beras oplosan tidak secara eksplisit disebut dalam peraturan perundang-undangan, namun praktik mencampur beras dengan bahan berbahaya tetap melanggar hukum.
“Meskipun istilah beras oplosan tidak digunakan secara resmi, praktik ini dapat ditindak dengan dasar hukum dalam Undang-Undang Pangan karena merugikan konsumen,” ujar Prof. Sri Raharjo saat ditemui di kampus FTP UGM, Rabu (23/7).
Pelaku beras oplosan dapat dijerat dengan Pasal 139 UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pangan. Pasal itu mengatur mengenai sanksi pidana terhadap pihak yang dengan sengaja membuka kemasan akhir suatu produk pangan, lalu mengemas ulang dan memperdagangkannya kembali dengan isi yang telah diubah. Pelaku pengoplosan beras termasuk dalam kategori pelanggaran tersebut.
Para pelaku dapat dijerat sanksi pidana penjara lima tahun dan/atau denda maksimal Rp10 miliar.
Tak hanya itu, lanjutnya, pelaku juga dapat dijerat Pasal 378 KUHP tentang penipuan, karena telah melakukan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan demi keuntungan pribadi atau pihak lain. Sanksinya adalah hukuman penjara maksimal 4 tahun.
Ia menyoroti kekhawatiran masyarakat terhadap peredaran beras yang dicampur bahan kimia berbahaya seperti pemutih, pewarna, hingga plastik sintetis. Menurutnya, hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan distribusi pangan, terutama di tingkat produsen dan pasar tradisional.
Prof. Sri menjelaskan bahwa beras oplosan kerap mengandung bahan seperti klorin (pemutih), pewangi buatan, hingga parafin. Bahan-bahan ini digunakan untuk membuat beras tampak lebih putih dan menarik secara visual, namun berbahaya bagi kesehatan.
“Klorin misalnya, digunakan untuk menghilangkan warna kusam, tapi zat ini bersifat karsinogenik dan sangat berbahaya bila dikonsumsi dalam jangka panjang,” jelasnya.
Ia menambahkan, paparan jangka panjang terhadap zat-zat ini bisa menyebabkan kanker dan merusak organ seperti hati dan ginjal. Zat kimia seperti hipoklorit bahkan bisa membentuk senyawa trihalometan yang dikategorikan sebagai karsinogen oleh International Agency for Research on Cancer (IARC).
“Pewarna sintetis seperti Rhodamin B juga dapat menyebabkan sirosis hati atau gagal ginjal jika terakumulasi dalam tubuh,” tegas Prof. Sri Raharjo, yang juga Kepala Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM.
Prof. Sri juga menepis anggapan bahwa mencuci atau menanak beras bisa sepenuhnya menghilangkan zat berbahaya dalam beras oplosan. Menurutnya, hanya sebagian kecil bahan kimia yang bisa larut dalam air saat dicuci.
“Pencucian mungkin mengurangi pewarna, tapi residu plastik atau klorin tetap tertinggal dan tidak terurai saat dimasak,” katanya.
Ia menambahkan bahwa beberapa bahan seperti formalin tetap bertahan bahkan ketika dipanaskan pada suhu tinggi. (AU/E-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved