Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
TIGA patung berukuran besar terbuat dari kayu ulin berdiri kokoh persis di depan Balai Adat Desa Liyu, salah satu desa yang didiami masyarakat adat Dayak Deah di Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan. Patung paling besar berwarna hitam khas kayu ulin (bulin) berukuran tinggi sekitar empat meter bernama Patih Bajulin, dewa pelindung suku Dayak Deah.
Patih Bajulin oleh seniman patung yang didatangkan dari Kutai Barat, Kalimantan Timur, dipahat dengan tampilan sosok seorang pejuang suku dayak. Dua patung lain adalah perempuan yang diyakini personifikasi Putri Telaga Dewa dan Putri Rintik Manis, kedua patung ini beukuran lebih kecil sekitar tiga meter. Khusus patung Patih Bajulin, dalam proses pemindahannya harus dibantu puluhan orang dan mendirikannya dibantu alat berat. Sebelumnya, patung-patung dewa dewi pelindung atau penjaga suku Dayak Deah ini telah menjalani proses ritual meminta restu dan penyucian yang disebut Buntang Lawakng.
Ritual ini dipimpin langsung Kepala Adat Dayak Deah, Aliancen. Masyarakat berharap dewa dan putri dapat memberikan perlindungan. "(perlindungan) tidak hanya dari bencana alam tetapi juga konflik maupun memelihara agar hasil panen berlimpah sehingga masyarakat sejahtera," kata Aliancen usai mempimpin ritual Nengkuat Belontakng.
Setelah patung-patung dewa dan putri pelindung tersebut berdiri, warga pun menyembelin puluhan ekor ayam, kambing, dan kerbau sebagai bentuk ungkapan terima kasih kepada dewa dan leluhur. Mereka pun membuat lamang, makanan khas terbuat dari ketan yang dibakar dalam bambu. Kemudian warga secara gotong royong memasak untuk makan bersama.
Mesiwah Pare Gumbo
Ritual Buntang lawakng ini bersamaan dengan event kegiatan tahunan Mesiwah Pare Gumbo (arul ganal) yaitu pesta panen sebagai wujud rasa syukur atas hasil panen yang berlimpah. "Tahun ini hasil panen padi gunung terbilang cukup baik, dan masyarakat kami tidak kekurangan pangan," ujar Aliancen.
Tahun ini rangkaian inti ritual Mesiwah Pare Gumboh meliputi Nyerah Ngemonta, Ngemonta, Besoyokng, Nempuutn Kerewau, Nempuutn Belontakng, Tangai Monsak serta Mengudang. Puncak kegiatan berlangsung di tengah Balai Adat. Lafal mantra yang diiringi gamelan dan gendang (babun) musik khas dayak seperti karawitan juga dialog dengan leluhur mewarnai ritual ini. Humor dan tarian lucu yang dibawakan seorang damang cukup menghibur masyarakat desa maupun tamu undangan yang datang dari berbagai daerah.
Mesiwah Pare Gumboh (MPG) ke-7 berlangsung pada 18 hingga 20 Juli 2025, dibuka oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Balangan, dengan mengusung tema dalam bahasa Dayak Deah: "Jue Kate Kelempai Sampai Kangkakngkapot Tendukng Daatn" yang berarti "semua yang dicita-citakan kini telah tercapai."
"Tema ini merupakan cerminan nyata keberhasilan masyarakat kami dalam membangun kemandirian pangan melalui lumbung desa, menghidupkan kembali setiap ritual adat yang hampir terlupakan, serta menjadikan budaya sebagai fondasi utama dalam pembangunan komunitas lokal berkelanjutan," ungkap Kepala Desa Liyu, Sukri.
MPG ke-7 diisi rangkaian kegiatan dan ritual adat sakral antara lain prosesi sakral syukuran panen Nyerah Ngemonta akan dimeriahkan dengan atraksi Mandi Api dan Tarian Gintur Bersama. Perayaan MPG semakin istimewa dengan peresmian Patung Blontakng di halaman Balai Adat, yang menjadi simbol penjaga nilai, martabat, dan semangat kolektif masyarakat adat. (M-2)
Masyarakat adat Dayak Deah di Desa Liyu, Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan, kembali menggelar tradisi pesta panen yang disebut Mesiwah Pare Gumboh.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved