Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PERGELARAN Tari Gandrung Sewu di Pantai Boom, Banyuwangi, kemarin, seolah menyihir seluruh pengunjung. Gerakan seribu penari Gandrung yang seirama dan kostum seragam ditingkah hentakkan perkusi Osing (suku asli Banyuwangi) begitu memesona.
Penonton seolah dibawa berkelana ke masa Kerajaan Blambangan tempo dulu.
Acara dimulai dengan penampilan musik perkusi dengan irama rancak. Kemudian keluar penari anak-anak yang membawa umbul-umbul dari sisi kiri dan kanan panggung utama.
Beberapa menit kemudian, ribuan penari Gandrung muncul bersamaan dari empat arah memasuki lokasi. Mereka membentuk formasi persegi panjang sembari meliuk-liukkan badan mengikuti irama musik perkusi yang sedari tadi belum berhenti.
Riuh tepuk tangan penonton membahana menyambut para penari Gandrung yang berjumlah 1.208 orang tersebut. Atmosfer yang tercipta seolah membawa hari itu ke suasana Banyuwangi tempo dulu.
Pertunjukan semakin menarik saat dikombinasikan dengan aksi teatrikal yang menggambarkan perjuangan masyarakat Banyuwangi melawan kaum penjajah.
"Gandrung Sewu kali ini bertema Podho Nonton. Apabila tahun sebelumnya kami memvisualisasikannya dari dimensi pertunjukan, kini berbeda," kata salah seorang anggota tim kreatif Gandrung Sewu, Budiono, ketika ditemui seusai acara.
Lebih menarik lagi, tambah Budiono, aksi teatrikal tersebut juga menggambarkan budaya sebagai propaganda melawan penjajahan. Tarian Gandrung digunakan warga Osing di zaman Kerajaan Blambangan untuk konsolidasi dan memobilisasi massa dalam berjuang. "Namun, di akhir cerita perjuangan belum usai karena masih banyak warga masyarakat yang tertindas," ujar Budiono.
Alur cerita pergelaran tari Gandrung Sewu kemarin membuat banyak orang bertanya-tanya. Mengapa di akhir cerita justru para penjajah yang menang. Rupanya, kisah tersebut belum usai dan akan bersambung pada Festival Gandrung Sewu tahun depan.
"Itu pesan moral yang ingin kami sampaikan (kepada pemimpin bangsa)," ungkap Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi Yanuar Bramudya.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengakui pariwisata dan budaya telah menjadi tren yang cukup diminati wisatawan selain wisata alam.
"Salah satu tren wisata yang berkembang ialah pariwisata yang mengandalkan kebudayaan khas mulai dari tradisi, kesenian, upacara, hingga kuliner yang menunjukkan identitas masyarakat. Ini yang sedang dan sudah kami garap di Banyuwangi," tandas Azwar Anas. (KH/X-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved