HENTAKAN drum dan alunan musik tiup menyapa ketika saya landing di Bandar Udara Notohadinegoro, Jember, Jawa Timur. Para pemain drum band berkostum unik warna-warni bersemangat menyambut kedatangan para penumpang pesawat di penghujung Agustus itu. Ya, sebabnya ada hajatan besar di Jember yang kini juga telah mendunia. Anak-anak muda Jember dengan kreativitas tinggi di bidang fesyen tampil penuh percaya diri di sana. Fesyen karnaval yang mereka kenakan sukses membawa Jember menjadi ikon baru sebagai the world fashion carnival city.
Tahun ke-14 Semuanya berpangkal pada Jember Fashion Carnival (JFC) yang tahun ini memasuki gelaran ke-14. Keunikan pergelaran JFC membuatnya kini disetarakan dengan karnaval tersohor lainnya di dunia, seperti Mardi Grass di New Orleans, Amerika Serikat, Rio de Janeiro di Brasil, dan Fastnatch Koeln di Jerman. Kostum karnaval yang tampil di Jember juga sudah melanglang buana hingga Taiwan, Republik Dominika, Korea Selatan, dan Thailand. Semua itu berkat kerja keras para penggiatnya memadukan fesyen, tarian, dan musik.
3,6 km Hasilnya, pada perhelatan JFC 2015, 26 hingga 30 Agustus, setiap harinya ratusan ribu penonton memadati Jalanan Kota Jember sepanjang 3,6 km. Jalan yang biasanya dilintasi sepeda motor, mobil, hingga bus itu kini dilalui para pemakai kostum. Dengan mengandalkan Samsung Galaxy S6 Edge, saya mengabadikan setiap momen gerak dan tari para model di catwalk jalanan yang berpusat di Alun-Alun Kota Jember hingga ke jalanan Gajah Mada dan GOR Kaliwates. Ratusan pemuda tampil bak model profesional. Mereka mempresentasikan hasil karya yang sudah mereka siapkan enam bulan sebelumnya.
Proses menggali inspirasi, menggambar, hingga mewujudkannya menjadi sebuah kostum karnaval dituntaskan pada penampilan mereka di jalan. Jember Fashion Carnaval pertama kali diadakan pada 2003. Setiap tahun, gelaran yang dibuat makin besar. Berbagai penghargaan internasional telah diraih acara itu pun para penggiatnya, termasuk di antaranya best national costume Miss Universe 2015 yang diraih Dynand Fariz, sang penggagas yang kini menjadi Presiden JFC.
Ikebana hingga Majapahit Gelaran tahun ini mengangkat tema Outframe, dengan 10 rombongan yang tampil di jalanan. Mereka mengenakan aneka kostum bertema Majapahit, Ikebana, Pegasus, Lionfish, Parrot, Egypt, Circle, Fossil, Melanesia, dan Reog. Tema-tema itu ditampilkan dalam berbagai babak pergelaran, yaitu Grand Carnival, Waci carnival, Art Wear, dan Kids Carnival. "Dengan tema Outframe, kami mencoba membuka sesuatu yang konvensional untuk diciptakan di luar batas, kreativitas tanpa batas menanti untuk dikembangkan hingga menghasilkan karya besar berkelas dunia," kata Dynand.
Aneka kostum Majapahit yang menunjukkan zaman kejayaan kerajaan yang pernah berkuasa hingga hampir di seluruh Nusantara membuka JFC, di tengah teriknya matahari Jember. Para peserta JFC mengemas inspirasi Majapahit dalam balutan busana yang semuanya berbuah decak kagum penonton. Kemeriahannya bisa jadi inspirasi daerah lain untuk melakukan inovasi buat membawa identitas lokalnya dalam pentas dunia.
Acara awalnya hanya diikuti sekitar 40 sampai 50 peserta, kemudian partisipan terus berlipat dan pada tahun ke-14 kali ini diikuti hampir 2.000 penampil. Sebanyak 90% peserta ialah para pemuda Jember yang lahir dan besar di Jember atau tinggal di Jember. "Ada juga model profesional. Dikatakan profesional karena mereka bukan hanya harus berjalan di runway, melainkan juga ada koreografinya," ujar Dynand yang membimbing para penampil yang sehari-hari pelajar, mahasiswa, pekerja, hingga petani itu selama enam bulan sebelum tampil.