JARI tangan Sony Sunaryo, 48, warga Rawamangun, Jakarta Timur, terus menekan-nekan biji-biji kalung tasbih sambil bibirnya bergerak melafalkan asma Allah. Zikir yang ia lakukan bagian dari proses penyembuhan narkoba di Pondok Inabah XX Putra yang berlokasi di Desa Puteran Kaler, RT 02 RW 01, Desa Puteran, Kecamatan Pangerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Sony bersama sejumlah pecandu narkoba lainnya sedang berzikir. Ada beberapa rekannya begitu khusyuk dan menggeleng-gelengkan kepala. Mata Sony sedikit terpejam dan menghayati zikir yang sedang dilakukannya.
Sony bukan orang baru di Pondok Inabah yang dikelola Pondok Pesantren Suryalaya itu.
Ia pernah direhabilitasi pada 1998-2012. Setelah keluar dari rehabilitasi, pengusaha tabung tangki kompresor itu tidak menyentuh sabu selama satu tahun. Namun, ia kembali tergoda memakai narkoba. Sony pun harus masuk ke Pondok Inabah sebulan lalu.
"Saya memakai narkoba untuk diri sendiri. Kalau saya bukan pecandu, mungkin dua rumah dan empat mobil yang saya punyai tidak ludes dijual hanya untuk narkoba," kata Sony dengan penuh penyesalan.
Sekali butuh sabu, dia perlu mengeluarkan uang Rp400 ribu untuk satu ampul.
Keluarganya pun mengirim Sony untuk rehabilitasi di Ponpes Suryalaya. Setelah 40 hari, keluarga baru diizinkan menjenguknya. "Saya harus menjalani proses pembersihan, pemantapan, penguatan iman, dan menahan pengaruh dari luar," ungkapnya.
Selama berada di Pondok Inabah, para peserta rehabilitasi narkoba harus menjalankan sejumlah kewajiban. Setiap pukul 02.00-04.00 WIB, para pecandu wajib mandi taubat kemudian disusul salat sunah syukrul wudlu, salat sunah tahiyatul masjid, salat sunah taubat, tahajud, tasbih, witir, dan zikir. "Jadi, aktivitas salat dari pukul 02.00 pagi sampai pukul 21.30. Selain salat lima waktu, juga zikir, khataman Quran. Tujuannya agar pikiran, hati nurani, ingat kepada Allah karena semua orang akan kembali kepada-Nya," ujar Sony.
Dudin, pengasuh Pondok Inabah yang mendampingi penyembuhan Sony, menambahkan, satu pondok berisi 40 orang yang menjalani proses rehabilitasi narkoba. "Yang datang ke sini macam-macam. Ada yang masih stres akibat kecanduan. Saat datang masih mencium lem aibon. Rata-rata usia pecandu mahasiswa dan pelajar. Di sini ada tiga pelajar SMA dan sisanya mahasiswa," terang Dudin.
Menurutnya, semua Inabah yang dihuni pecandu narkoba cukup bervariasi. "Ada pecandu yang sudah membaik. Ada pula yang masih stres. Pecandu yang masih stres ditempatkan di belakang dengan penyekat terali besi karena mereka mudah marah dan berontak," ujarnya.
Ruang di area depan untuk para pecandu yang kondisi sudah cukup stabil, tetapi tetap dalam pengawasan dan bimbingan.
Metode Inabah Pondok Inabah merupakan bentukan dari Pondok Pesantren Suryalaya. Di era 1970-an, tren penyalahgunaan narkoba belum marak seperti sekarang ini. Pada saat itu ada seorang anak pejabat dititipkan ke ponpes itu karena kecanduan narkoba.
"Dari satu anak itu kemudian kami menerima 15 orang. Sekarang ini rata-rata satu pondok ada 30 sampai 40 orang," ujar KH Zaenal Abidin Anwar, penerus jejak KH A Shohibulwafa Tajul' Arifin (Abah Anom), sekaligus sesepuh Ponpes Suryalaya.
Menurut Zaenal, ponpes yang berdiri 1905 dan dipimpin Abah Anom itu peduli dengan masalah penyembuhan narkoba, dengan pengobatan model rehabilitasi menggunakan ilmu tasawuf yang disebut metode inabah yang berarti kembali ke jalan Allah.
"Ilmu tasawuf yang diberikan dikenal dengan nama tharekat qodiyah naqsabandiyah (TQN). Caranya dengan mandi taubat, salat fardu dan sunah, zikir, dan puasa. Bagi para pecandu narkoba, metode yang diterapkan di Ponpes Suryalaya ini cukup sukses," kata Zaenal.
Konsep utama dalam penyembuhan pecandu berupa penyadaran diri. "Artinya menanamkan kesadaran akan hubungan seorang hamba dengan Sang Pencipta. Penyadaran diri dari kelalaian terhadap hakikat serta tujuan hidupnya. Dari mana dia berasal, untuk apa ia hidup, dan akan ke mana kembalinya," ujar Zaenal.
Menurutnya, penyadaran itu sangat penting karena orang mengalami kecanduan narkoba karena kelalaian manusia akan hakikat diri dan Tuhannya. "Banyak manusia tersesat dalam perjalanan hidupnya dan tidak mampu menjalani hidup dengan bahagia.
"Dengan metode inabah itulah, lanjut Zaenal, anak yang tersesat bisa kembali ke jalan yang diridai Allah, tidak lupa kepada Tuhan, serta mampu mengembalikan diri ke jalan yang benar.
Zaenal juga memberikan bukti sahih tentang metode inabah yang sudah diteliti seorang akademisi sekaligus peneliti Emo Kastama Abdulkadir pada 1994.
Dari hasil penelitian tersebut Emo menyimpulkan bahwa metode inabah cukup efektif dan efisien dalam proses penyembuhan orang yang mengalami ketergantungan obat-obatan terlarang. Tingkat keberhasilannya mencapai 90%. Penelitian lain pun telah membuktikan jangka waktu pembinaan atau terapi di Inabah memiliki relevansi yang positif dengan penurunan gejala-gejala keluhan fisik dan psikosomatis.
Zainal memaparkan proses penyadaran yang digunakan dalam metode inabah menggunakan TQN sebagai tazkiyatun nafsi atau pembersihan jiwa dari berbagai penyakit atau kotoran hati seperti kikir, ambisius, iri hati, bodoh, hedonistis, dan berbagai perbuatan tercela lainnya. (N-4)