Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
GAGALNYA pembangunan proyek pembangkit listrik 10 ribu megawatt (Mw) menjadi salah satu penyebab terjadinya krisis energi listrik di sejumlah wilayah. Karena itu, pemerintah diminta berkomitmen merealisasikan program pembangkit listrik 35 ribu Mw.
Manajer Pembangkit PLN wilayah Kalimantan Selatan dan Tengah, Idaman Lingga, menjelaskan tidak tuntasnya program pembangunan pembangkit 10 ribu Mw menyebabkan PLN tidak mampu memenuhi kebutuhan listrik masyarakat dan industri.
"Tercatat program pembangunan pembangkit listrik 10 ribu Mw yang digaungkan pada zaman pemerintahan sebelumnya hanya mampu terealisasi kurang dari 3.000 Mw," kata Idaman Lingga di Banjarmasin, Selasa (22/3).
Padahal pertumbuhan kebutuhan listrik masyarakat dan industri sangat tinggi. Di Kalsel, pertumbuhan kebutuhan listrik mencapai 10%-12%, yang tertinggi di wilayah Kalimantan.
"Sistem pengadaan mesin pembangkit yang longgar juga ikut memengaruhi kondisi. Banyak mesin pembangkit yang didatangkan dari Tiongkok tidak andal. Ini menjadi masalah sendiri. Saat ini PLN memperketat sistem pengadaan mesin pembangkit untuk mendapatkan kondisi mesin andal," tegasnya.
Dia menambahkan, defisit pasokan listrik memicu PLN menghentikan penyaluran listrik untuk kelompok industri di wilayah Kalsel-Kalteng. Khususnya pada saat beban puncak sore dan malam hari. Termasuk penghentian sementara pemasangan sambungan listrik baru bagi masyarakat, dengan panjang antrean lebih dari 30 Mw.
Saat ini pasokan listrik PLN Kalsel-Kalteng mengalami defisit hingga 100 Mw. Kebutuhan listrik tercatat 536 Mw, sedangkan pasokan listrik hanya 436 Mw. Pada program pembangunan pembangkit listrik 35 ribu Mw yang diluncurkan pemerintah saat ini, Kalimantan mendapatkan jatah 1.000 Mw, dengan 400 Mw di antaranya di Kalsel dan Kalteng.
Mangkrak
Di Kalimantan Utara, proyek pembangkit listrik tenaga uap berkapasitas 2x7 Mw atau 14 Mw di Desa Gunung Seriang, Kecamatan Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, masih mangkrak.
Bupati Bulungan Sudjati mengungkapkan PT PLN sudah merancang proyek PLTU sejak Juni 2011. Bahkan, lahan seluas 20 hektare sudah disediakan untuk membangun PLTU. "Tapi akhirnya pembangunan PLTU dialihkan ke pembangkit listrik tenaga mikrogas (PLTMG). Namun, lagi-lagi PLN tidak menepati janjinya. Hingga menjelang akhir tahun lalu, proyek bernilai Rp268 miliar itu tidak terwujud," ujar Sudjati, kemarin. Terhentinya proyek di atas lahan seluas 20 hektare itu membuat masyarakat Bulungan dan pemilik lahan kecewa.
"Kami akan meminta penjelasan dari PLN, apa penyebab proses pembangunan PLTU tersebut terhenti," tambahnya. Padahal, lanjut Sudjati, jika pembangunan PLTU 14 Mw selesai, bisa membantu krisis listrik yang terjadi di seluruh kecamatan yang ada di Bulungan.
Pada kesempatan sama, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Andi Mutang, menambahkan warga Gunung Seriang yang telah difasilitasi Pemkab Bulungan rela menerima ganti rugi lahan dari PLN asalkan krisis listrik teratasi.
"Saya pun ikut terlibat membantu proses pembebas-an lahan itu. Katanya akan dibangun pembangkit listrik, tapi PLN tidak serius alias tidak menepati janji. Sampai akhir 2015 tidak terealisasi," keluh Andi.
Ia meminta Pemkab Bu-lungan bersama Pemprov dan DPRD Kalimantan Utara mendesak PLN untuk segera membangun PLTU atau PLTMG.
Apabila proyek tersebut tidak kunjung selesai, lanjut Andi, warga bisa meminta lagi lahan itu. (VR/N-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved