Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
Jalanan yang melingkari Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan latar lautan nan biru dan kapal-kapal phinisi yang tengah bersandar, hingga menghadirkan panorama nan indah, kini dilanda kemacetan. Di sepanjang sisi Jalan Soekarno Hatta yang silih berganti berdiri hotel, restoran, penyewaan kapal hingga penukaran mata uang asing yang berpadu dengan rumah makan padang, warung milik warga lokal hingga bangunan yang masih difungsikan sebagai rumah, tengah digali saluran air dan trotoar.
Jalan utama Labuan Bajo yang pada masa sebelum pandemi senantiasa diramaikan turis asing dan lokal yang hilir mudik menuju hotel, mencari makan atau menghabiskan waktu di kafe, kini mulai berdenyut. Sempat lengang pada Maret hingga beberapa bulan setelah Indonesia menutup perbatasan akibat covid-19, Labuan Bajo yang hidup dari geliat wisatawan nusantara dan asing, mulai bergeliat kembali, ditandai pembangunan infrastruktur yang dilakukan dengan pemberlakuan protokol.
Deny, pengemudi yang menjemput Media Indonesia dari Bandar Udara Komodo menuju Inaya Bay, hotel yang bangunannya dipadukan dengan mal berkonsep terbuka, berharap kemacetan itu bukan cuma dipicu pembangunan aneka proyek infrastruktur, namun juga menjadi penanda Labuan Bajo kembali pada pamornya. "Waduh sepi sekali dulu itu gara-gara korona, hotel kosong, yang sewa mobil juga tidak ada. Baru beberapa bulan ini mulai hidup lagi dan semoga terus bisa ramai," ujar Deny pemuda lokal yang mengaku suku Bajo, warga yang mendominasi kawasan pesisir Labuan Bajo.
Penuh hingga Desember
Optimisme serupa juga diungkapkan Wulandari Karunia, pengelola Cordelia Phinisi, penyelenggara wisatalive on board (LOB) alias berlibur di atas kapal untuk melakukan aneka aktivitas wisata bahari, seperti menjelajahi pulau, snorkeling atau menyelam. "Di sini mungkin ada ratusan kapal dari berbagai kelas yang bisa disewa ya dan kami sangat optimistis keadaan semakin membaik sejak Labuan Bajo dibuka pada 15 Agustus 2020," kata Wulandari yang kini mengaku lebih sibuk dibandingkan sebelum pandemi. Wulandari menjadi salah satu dari 25 pelaku usaha yang beroperasi di Labuan Bajo yang mengikuti Sosialisasi Panduan Pelaksanaan Kebersihan, Keselamatan dan Kelestarian Lingkungan atau CHSE Usaha Wisata Selam di wilayah Destinasi Super Prioritas (DSP) di Inaya Bay, belum lama ini.
"Kami memang harus melakukan berbagai penyesuaian karena kini mau tidak mau harus fokus pada domestik dulu menunggu kondisi makin membaik, tapi nyatanya sampai Desember ini kami fully booked terus. Penyesuaian lainnya ya terkait protokol, misalnya dengan melakukan tes covid-19 pada kru, sedangkan tamu dipastikan juga sudah lolos karena mereka kan sudah melewati pemeriksaaan di bandara dan pelabuhan. Kami juga menerima tamu keluarga bukan open trip sehingga juga lebih aman, serta berbagai protokol terkait ruangan dan peralatan selam dan snorkeling," ujar Wulandari yang menjual aneka destinasi dan kegiatan di Pulau Rinca dan Komodo dan perairan di sekitarnya.
Semangat para pelaku industri wisata di Labuan Bajo, untuk kembali bangkit juga diungkapkan Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Manggarai Barat Agustinus Rinus. "Memang kalau diperhatikan jumlah kapal yang berlabuh di sekitar perairan sini jadi lebih banyak, tapi pelan-pelan sudah ada tamu yang datang dari Jakarta dan Bali terutama. Hotel juga begitu, sudah mulai hidup," kata Agustinus.
Motivasi untuk bangkit agar kapal kembali berlayar, bukan cuma mencegahnya dari kerusakan, namun yang paling utama, mendenyutkan kembali perekonomian para ku kapal yang mencapai 10 hingga 15 orang per kapal. Maka, mereka pun kini bersedia untuk kompromis dengan karakter pasar domestik yang cenderung impulsif, melakukan pemesanan secara mendadak, berbeda dengan turis asing yang lebih terencana.
"Karena kapal kalau dibiarkan nggak jalan itu bisa tenggelam loh, jadinya ya sekarang harus bangkit dengan kondisi yang ada, mungkin ada penyesuaian di harga dan protokol yang semakin ketat walaupun pada dasarnya industri wisata bahari memang lebih disiplin karena terkait keselamatan," ujar anggota tim Penyusun CHSE Usaha Wisata Selam Kemenparekraf Daniel Abimanju Carnadie.
Panduan lainnya, manajemen kapal harus menyediakan dan mengelola kelengkapan sarana disinfeksi sesuai kadar pelarutan dan peruntukannya, baik pada permukaan keras, permukaan lunak , alat selam, hingga dapur. Manajemen pun harus menyediakan fasilitas cuci tangan dalam jumlah cukup dan mudah diakses di setiap area umum baik di ruang terbuka, ruang tertutup, maupun di setiap kabin tamu.
"Manajemen kapal juga harus menyediakan APD sekurang-kurangnya masker untuk pimpinan perjalanan, kapten, kru kapal, serta pelanggan. Manajemen kapal harus mengelola penggantian APD secara rutin termasuk pembuangan limbahnya, baik untuk APD nonmedis ataupun APD medis sesuai standar Kementerian Kesehatan/WHO," kata Abimanju.
Internet kencang
Seiring dengan pembangunan infrastruktur di Labuan Bajo, Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga tengah mempercepat pembangunan jaringan 4G. Sebanyak 70 desa di NTB akan dibangun BTS 4G, masing-masing 35 lokasi pada 2020 dan 2021. Sedangkan di NTT, hingga akhir 2020, Kominfo menargetkan pembangunan 151 lokasi BTS USO (universal service obligation) 4G.
"Khusus di Labuan Bajo, akan ada di 40 titik area wisata, dan tahun ini 18 BTS diharapkan selesai dibangun,” kata Menteri Kominfo Johnny G Plate saat melakukan kunjungan kerja ke NTB dan NTT, pada Kamis dan Jumat (24-25/9) tentang dukungannya bagi NTT dan NTB yang menjadi destinasi wisata Super Prioritas, masing-masing dengan agenda global yaitu tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 dan ASEAN Summit 2023 serta MotoGP Mandalika 2021.
Terasa di akar rumput
Dampak berganda yang dipicu geliat pembangunan dan bangkitnya kembali industri wisata juga terasa hingga ke akar rumput. Pedagang ikan bakar dan aneka olahan hasil laut di Kampung Ujung.
"Di sini ada kafe-kafe juga yang biasanya menyatu dengan hotel, tapi wisatawan terutama lokal lebih senang makan malam di sini karena ikan kami segar dan bisa puas makan tanpa kuatir harganya yang terlalu mahal," kata Desi sang pedagang yang kini perlahan mulai menambah persediaan cumi, ikan kakap dan ikan kerapu yang disediakannya setelah sempat menguranginya secara dratis karena pengunjung yang sepi. (X-16)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved